NYENTANA ARUS BALIK IDEOLOGI PATRILINIAL (Studi Kasus Status, Kedudukan, dan Peranan Perempuan Putrika Setelah Perceraian Pada Masyarakat Bali Aga di Kabupaten Bangli)

Authors

  • I Nengah Suastika

DOI:

https://doi.org/10.23887/ika.v8i2.162

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap secara aktual dan konseptual mengenai perkawinan nyentana di Desa Adat Bonyoh. Teknik penarikan dan pengembangan informan penelitian dilakukan secara bertujuan (purposive sampling tecknique), kemudian jumlah dan jenisnya dikembangkan secara “snowball sampling tecnique” bergulir sampai tercapainya kejenuhan data atau informasi/data telah terkumpul secara tuntas. Instrumen penelitian dalam penelitian ini menggunakan prinsip bahwa peneliti adalah instrumen utama penelitian (human instrumen). Hasil penelitian menunjukkan bahwa putrika merupakan proses perubahan status dan kedudukan perempuan secara adat untuk menjadi laki-laki walapun secara biologis masih tetap merupakan perempuan. Perempuan putrika memiliki kedudukan sebagai : (1) laki-laki dalam keluarga dalam hal menentukan keluarga, (2) ahli waris bagi keluarga, dan (3) penerus keturunan keluarga. Selain itu, ia juga diberikan kewajiban untuk : (1) mengurus keluarga, (2) menjadi anggota desa adat yang memiliki hak dan kewajiban yang sama, (3) meneruskan tradisi yang telah diwariskan keluarga, dan (4) membina keutuhan keluarga. Penyebab terjadinya perceraian atau kegagalan rumah tangga perempuan putrika adalah : (1) ideologi patrilinial yang dianut dan mengakar pada masyarakat Desa Adat Bonyoh mendiskriminasi laki-laki yang melakukan nyentana, (2) arogansi perempuan putrika yang disebabkan oleh kepentingan keluarga, (3) laki-laki nyentana yang merasakan kehilangan kelaki-lakiannya pada dunia laki-laki, (4) pengikisan dan “perusakan”  hubungan oleh keluarga ahli waris lainnya yang memiliki keinginan untuk menjadi ahli waris, dan (5) kondisi lingkungan yang kurang mendukung.  Kondisi ini diperparah dengan adanya persepsi keliru masyarakat yang menganggap nyentana sebagai “perkawinan paid bangkung”. Status dan kedudukan perempuan putrika setelah terjadinya perceraian masih tetap melekat, karena telah dilegitimasi oleh desa adat dan keluarga. Permpuan putrika akan kehilangan status dan kedudukannya apabila : (1) kawin lagi dan tidak melalui proses nyentana atau yang sering disebut dengan kawin kelur, (2) anak laki-lakinya telah menikah dan menggantikan posisinya sebagai pewaris dan penerus keturunan atau anak perempuannya telah menikah dan melakukan prosesi putrika, dan (3) status putrikanya dicabut oleh keluarga dan sisetujui oleh prajuru adat karena pertimbangan tertentu dan posisinya akan digantikan oleh keluarga yang berhak menjadi ahli waris keluarga.

 

Kata-kata kunci : putrika, nyentana, idiologi patrilinial.

Downloads

Issue

Section

Articles