Jurnal Adat dan Budaya Indonesia https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JABI <hr /> <table class="data" width="100%"> <tbody> <tr valign="top"> <td width="20%">Journal title</td> <td width="80%"><strong>Jurnal Adat dan Budaya Indonesia</strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Initials</td> <td width="80%"><strong>JABI</strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Abbreviation</td> <td width="80%"><strong>J. Adat dan Budaya Indonesia</strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Frequency</td> <td width="80%"><strong>Two issues per year </strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">DOI</td> <td width="80%"><strong>prefix 10.23887/jabi</strong><strong><br /></strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Print ISSN</td> <td width="80%"><a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/1519272945" target="_blank" rel="noopener"><strong>2615-6113</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Online ISSN</td> <td width="80%"><strong><a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/1519266307" target="_blank" rel="noopener">2615-6156</a></strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Editor-in-chief</td> <td width="80%"><a href="https://www.scopus.com/authid/detail.uri?authorId=57863815300" target="_blank" rel="noopener"><strong>Ade Asih Susiari Tantri</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Publisher</td> <td width="80%"><a href="https://www.undiksha.ac.id"><strong>Universitas Pendidikan Ganesha</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td width="20%">Organizer</td> <td width="80%"><strong>LPPM - Undiksha</strong></td> </tr> </tbody> </table> <hr /> <p>This journal contains the results of research and thoughts on customs and culture. This journal is published twice a year, namely March and September.</p> <p><strong>P-ISSN : <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/1519272945" target="_blank" rel="noopener">2615-6113</a> (Print) and e-ISSN : <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/1519266307" target="_blank" rel="noopener">2615-6156</a> (Online)</strong></p> Universitas Pendidikan Ganesha en-US Jurnal Adat dan Budaya Indonesia 2615-6113 Makna Belis dalam Perkawinan Matrilineal Masyarakat Ngada (Ditinjau Berdasarkan Kitab Hukum Kanonik No. 1062) https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JABI/article/view/60620 <p><em>Belis </em>adalah sebuah tradisi adat yang masih dipegang teguh oleh masyarakat Flores NTT. <em>Belis</em> merupakan mas kawin yang diberikan oleh pihak pria kepada pihak wanita dalam pernikahan adat. Tujuan dari penelitian ini ialah menilai makna <em>Belis</em> dalam perkawinan adat Ngada. Masyarakat Ngada memegang teguh bahwa perkawinan sebagai model persekutuan pribadi antara laki-laki dan perempuan. Perkawinan matrilineal merupakan bagian penting bagi masyarakat Ngada dalam kekerabatan, yang mana perempuan diutamakan sebagai ahli waris dan penerus tahta dalam keluarga. Hampir seluruh masyarakat Ngada, menganut sistem perkawinan matrilineal. Perkawinan sistem matrilineal ini tidak terletak pada kaum perempuan saja, tetapi mempunyai relasi yang erat dengan persekutuan atau lembaga tertentu. Sistem matrilineal di tengah masyarakat Ngada dijalankan berdasarkan kemampuan dan berbagai penilaian, keluarga, dan masyarakat secara luas terutama oleh kaum perempuan. Sistem perkawinan tersebut diajarkan secara turun-temurun, disepakati, dan dipatuhi. Bagi Gereja Katolik perkawinan merupakan sebuah sakramen yakni tanda dan sarana yang pada dasarnya menyelamatkan. Masalah yang muncul adalah orang tidak dapat membayar <em>Belis</em> apabila hal itu diminta dengan harga atau nilai yang tinggi. Tujuan agar menyajikan kepada pembaca bahwa <em>Belis</em> ini dapat dibayar sesuai dengan kemampuan. Metode yang digunakan adalah kepustakaan. Hasil dari makna <em>Belis</em> ini menyatakan sesungguhnya bahwa <em>Belis </em>itu dapat dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama. Tulisan ini menemukan arti dan makna <em>Belis </em>dalam terang kitab hukum kanonik (KHK) 1062.</p> Agustinus Kowe Yohanes Endi Silvius Suherli Saferinus Pao Copyright (c) 2024 Agustinus Kowe, Yohanes Endi, Silvius Suherli, Saferinus Pao https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-03-30 2024-03-30 6 1 94 103 10.23887/jabi.v6i1.60620 Ulos Tujung Sebagai Pendampingan Kedukaan Berbasis Budaya di Tanah Batak https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JABI/article/view/68427 <p>Pendampingan berbasis budaya terhadap orang berduka merupakan pendampingan yang memanfaatkan nilai-nilai kebudayaan sebagai pendampingan terhadap orang yang mengalami penderitaan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa ritual mate mangkar sebagai bentuk pendampingan berbasis budaya. Adapun jenis penelitian yang akan digunakan dalam tulisan ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan tipe pendekatan deskriptif. Data untuk hasil penelitian diperoleh melalui observasi, wawancara serta studi kepustakaan. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu pendampingan berbasis budaya terhadap orang berduka di tanah Batak Toba dapat dilakukan dengan memanfaatkan nilai-nilai kebudayaan yang diyakini oleh masyarakat Batak. Ketika masyarakat Batak berduka karena kehilangan seseorang yang mereka kasihi, maka mereka akan melakukan ritual kematian. Salah satu ritual kematian di Tanah Batak, yaitu ritual mate mangkar. Dalam ritual tersebut hulahula akan menudungkan ulos tujung kepada istri yang ditinggalkan oleh suaminya. Ulos tujung menjadi simbol kepedulian masyarakat terhadap kedukaan penduka.</p> Sanny Rospita Purba Jacob Daan Engel Copyright (c) 2024 Sanny Rospita Purba, Jacob Daan Engel https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-03-30 2024-03-30 6 1 104 112 10.23887/jabi.v6i1.68427 Penghormatan kepada Para Leluhur dalam Ritus Bau Lolon dan Perbandingannya dengan Devosi kepada Para Kudus https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JABI/article/view/69815 <p>Kelompok masyarakat tertentu menganggap bahwa penghormatan kepada para leluhur sebagai tindakan berhala, kepercayaan sia-sia, dan takhayul. Selain itu, masyarakat yang mempraktikkan ritus penghormatan kepada para leluhur juga belum memahami bahwa ritus tersebut tidak bertentangan dengan iman Kristen. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan tentang praktik penghormatan kepada para leluhur dalam ritus <em>bau lolon</em> pada masyarakat Lamaholot di Flores Timur dan membandingkannya dengan devosi kepada para kudus dalam Gereja Katolik. Dalam tulisan ini, penulis menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara. Selain menggunakan teknik wawancara, penulis juga membuat studi kepustakaan. Penulis mencari dan membaca literatur-literatur yang berkaitan dengan tema tulisan ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghormatan kepada para leluhur memiliki hubungan dengan penghormatan Gereja kepada para kudus. Dalam ritus <em>bau lolon</em>, masyarakat Lamaholot menyatakan rasa hormat kepada para leluhur dengan memberikan sesajian dan mengungkapkan doa. Hal ini dilakukan karena para leluhur dianggap sangat berjasa dalam kehidupan masyarakat. Sementara itu dalam devosi, para kudus dihormati karena mempunyai kualitas-kualitas hidup yang lebih unggul dari manusia biasa lainnya. Karena sejalan dengan ajaran iman Kristen, maka praktik penghormatan kepada para leluhur dalam ritus <em>bau lolon</em> yang dipraktikkan oleh masyarakat Lamaholot bukanlah tindakan berhala, takhayul dan kepercayaan yang sia-sia</p> Mikael Emi Bernadus Copyright (c) 2024 Mikael Emi Bernadus https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-03-30 2024-03-30 6 1 41 48 10.23887/jabi.v6i1.69815 Kearifan Budaya Sambas: Kehamilan, Kelahiran dan Kematian https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JABI/article/view/63682 <p>Kelahiran dan Kematian berfokus pada kearifan lokal yang ada di daerah Sambas. Kearifan lokal merupakan sudut pandang kehidupan di dalam masyarakat yang diwariskan dan diturunkan secara turun temurun oleh leluhur dan suatu ilmu pengetahuan yang memiliki strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal untuk menjawab permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Tujuan dari penelitian ini untuk memperkenalkan budaya kelahiran dan kematian melayu Sambas. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Terdapat dua cara dalam memperoleh data yaitu data primer diperoleh melalui wawancara serta data sekunder diperoleh melalui jurnal. Hasil dari&nbsp; penelitian ini menjelaskan bahwa terdapat beberapa ritual serta pantangan yang harus dilakukan dalam proses kelahiran maupun kematian pada budaya melayu Sambas. Ritual ini berupa ritual kehamilan dan kemataian pada suku melayu sambas, pada ritual kehamilan terdapat beberapa proses yaitu: tuang minyak, bepapas. Kelahiran terdapat beberapa proses yaitu: Belinggang, Turun tanah, dan tepung tawar, serta kematian yaitu:kajikan, mengkafani, ngelayat, memandikan mayat, menyolatkan mayat, melewati kolong mayat, turun tanah, dan miare.</p> Yusawinur Barella Aminuyati Aminuyati Nurhesti Nurhesti Alya Istiqla Zuvita Rosita Lisa Maharani Maharani Fera Fera Copyright (c) 2024 Yusawinur Barella, Aminuyati, Nurhesti, Aminuyati, Rosita Lisa, Maharani, Fera https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-03-31 2024-03-31 6 1 23 29 10.23887/jabi.v6i1.63682 Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Prasah di Desa Sidigede Kecamatan Welahan Kabupaten Jepara https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JABI/article/view/69459 <p>Tradisi <em>Prasah</em> di Desa Sidigede Kecamatan Welahan Kabupaten Jepara merupakan salah satu tradisi yang masih dilakukan hingga saat ini. Tradisi <em>Prasah</em> adalah tradisi memberikan seekor kerbau sebagai seserahan atau maskawin dari mempelai pria kepada isterinya. Banyak masyarakat di luar Desa Sidigede yang masih asing dengan tradisi ini sehingga peneliti tertarik untuk menyebarkan Tradisi <em>Prasah</em> kepada masyarakat lain dan ingin mengetahui lebih dalam bagaimana persepsi masyarakat setempat pada tradisi tersebut. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif untuk mendeskripsikan persepsi masyarakat terhadap Tradisi <em>Prasah</em> dan nilai-nilai luhurnya. Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan, yaitu di Desa Sidigede. Instrumen penelitian menggunakan <em>human interest </em>(peneliti sendiri). Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, studi kepustakaan, dan dokumentasi. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber. Hasil analisis data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa warga setempat mendukung Tradisi <em>Prasah</em> dikarenakan di dalamnya terkandung nilai-nilai luhur, yakni nilai religi, nilai sosial, dan nilai solidaritas.</p> Naily Avida Defiana Yusuf Falaq Copyright (c) 2024 Naily Avida Defiana, Yusuf Falaq https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-03-30 2024-03-30 6 1 69 75 10.23887/jabi.v6i1.69459 Tradisi Cear Cumpe di Kampung Runtu: Ekspresi Eksistensi Manusia Menurut Soren Kierkegaard https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JABI/article/view/71598 <p>Artikel ini berfokus untuk mendalami konsep ekspresi eksistensi manusia dengan merinci dan menganalisis ritual <em>cear cumpe</em>, sebuah tradisi unik di Kampung Runtu, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tradisi ini bertujuan untuk memberi nama kepada bayi yang baru lahir, dan biasanya dilakukan setelah bayi tersebut berumur tiga sampai tujuh hari. Pendekatan filosofis Kierkegaard digunakan sebagai landasan teoretis untuk memahami makna mendalam dari ekspresi keberadaan manusia melalui ritual ini. Tujuan utama artikel ini adalah mengungkap dan menganalisis bagaimana ritual <em>cear cumpe</em> menjadi bentuk ekspresi eksistensi manusia, serta menjelaskan relevansi pemikiran Kierkegaard dalam konteks tradisi ini. Artikel ini bertujuan untuk memperkaya pemahaman tentang keberadaan manusia dalam konteks budaya lokal, dan mengaitkannya dengan pemikiran filosofis. Penulis menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Data diperoleh melalui studi literatur baik buku, jurnal ataupun artikel yang terkait. Pendekatan filosofis Kierkegaard diterapkan untuk merinci elemen-elemen eksistensial yang terkandung dalam ritual ini. Penulis menemukan bahwa ritual <em>cear cumpe</em> bukan sekadar serangkaian tindakan formal, tetapi merupakan ekspresi mendalam dari eksistensi manusia. Ritual ini mencerminkan keberadaan individual dan kolektif, serta menggambarkan perjalanan spiritual dalam kerangka pemikiran Kierkegaard. Artikel ini menyoroti signifikansi ritual ini dalam memahami konsep eksistensi manusia di tengah kompleksitas budaya dan nilai lokal. Artikel ini memberikan kontribusi pada pemahaman lintas budaya tentang ekspresi eksistensi manusia. Implikasi praktis termasuk peningkatan penghargaan terhadap keanekaragaman budaya dan pemikiran filosofis dalam konteks lokal. Selain itu, artikel ini dapat menjadi dasar untuk pelestarian dan pengembangan budaya lokal, sambil membuka ruang dialog antara tradisi lokal dan pemikiran global</p> Sirilus Jebar Armada Riyanto Mathias Jebaru Adon Copyright (c) 2024 Sirilus Jebar, Armada Riyanto, Mathias Jebaru Adon https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-03-30 2024-03-30 6 1 76 86 10.23887/jabi.v6i1.71598 Analisis Modifikasi Budaya dalam Perspektif Krisis Identitas Etnis Betawi https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JABI/article/view/62400 <p>Budaya Betawi seiring waktu semakin kehilangan makna di dalam nya dikarenakan arus urbanisasi yang pesat dan mengakibatkan masuknya kebudayaan baru ke Jakarta yang tentunya berpengaruh kepada eksistensi dari etnis Betawi ini sendiri yang perlahan hilang dan tidak dapat dipungkiri perkembangan zaman secara konsisten terjadi dari waktu ke waktu, yang mengakibatkan kehilangan identitas budaya lokal serta kurangnya wadah serta lingkungan yang sama-sama membangun upaya pelestarian kebudayaan etnis Betawi yang tentunya merujuk kepada identitas budaya maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dinamika dan transisi dari permasalahan krisis identitas etnis Betawi, apa sajakah yang menjadi tantangan dalam menghadapi krisis identitas etnis Betawi serta upaya apa sajakah yang dapat dilakukan untuk menghadapi krisis identitas budaya tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pendekatan deskriptif, dan fokusnya adalah modifikasi sebagai respons terhadap krisis budaya, yang tentunya akan disesuaikan seiring berjalannya waktu, dalam pengumpulan data tersebut menggunakan Teknik triangulasi sehingga kesimpulannya merujuk kepada dinamika dan transisi dalam permasalahan krisis identitas etnis Betawi secara nyata terlihat, Jakarta terus berkembang sesuai dengan gaya pembangunan kota modern dunia. Hotel, apartemen, dan mal berlomba-lomba membangun tiang beton, yang akhirnya menghancurkan perkampungan Masyarakat lokalnya. Masyarakat Betawi dan semua aspek budaya tradisionalnya secara bertahap tetapi pasti terpengaruh oleh modernitas jadi urbanisasi dan perkembangan zaman di era globalisasi juga menjadi tantangan dalam menghadapi krisis identitas tersebut untuk itulah modifikasi budaya menjadi upaya kuat dalam menghadapi krisis identitas karena sesuai dengan zaman saat ini dan menyesuaikan juga dengan generasi saat ini tanpa menghilangkan nilai asli dalam budaya tersebut.</p> Alya Oktaviani Ratna Sari Dewi Ronni Juwandi Copyright (c) 2024 Alya Oktaviani, Ratna Sari Dewi, Ronni Juwandi https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-03-31 2024-03-31 6 1 1 12 10.23887/jabi.v6i1.62400 Ritual Barong Wae Masyarakat Manggarai Menurut Konsep Sakralitas Alam Mircea Eliade https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JABI/article/view/68523 <p>Fokus tulisan ini adalah menyelami makna ritual <em>Barong Wae</em> masyarakat Manggarai dalam terang konsep sakralitas alam karya Mircea Eliade sebagai upaya menyikapi minimnya kesadaran masyarakat akan pentingnya keberadaan air. Ritual <em>Barong Wae</em> merupakan perayaan yang menunjukkan penghargaan atas air sebagai sumber kehidupan manusia. Ritual ini dilakukan dengan mengundang roh penjaga mata air <em>(ulu wae)</em> untuk hadir dalam perayaan <em>Penti</em>, sebuah upacara untuk mensyukuri hasil panen yang dilaksanakan di sebuah kampung. Ritus ini selaras dengan konsep sakralitas alam karya Mircea Eliade yang menekankan adanya keterlibatan <em>Yang Transenden</em> di dalam alam. Konsep Eliade ini sekaligus menegaskan bahwa air yang menjadi komponen penting di dalam ritual <em>Barong Wae</em> juga adalah simbol kehadiran <em>Yang Transenden</em> yang menyapa masyarakat Manggarai. Tujuan dari pelaksanaan ritus ini adalah untuk memulihkan kembali alam yang telah rusak akibat tindakan manusia. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan yang mendukung tujuan penulis dalam menemukan makna di balik ritual <em>Barong Wae</em> masyarakat Manggarai dalam terang konsep sakralitas alam Mircea Eliade. Penulis juga melakukan studi terdahulu yang membahas ritual <em>Barong Wae</em> dan pemikiran Mircea Eliade untuk mengetahui posisi dan kekhasan penulis dalam tulisan ini. Akhirnya, telaah kritis terhadap ritual <em>Barong Wae</em> berdasarkan pemikiran Mircea Eliade menghasilkan beberapa penemuan yang berguna bagi berbagai analisis berdasarkan kosmologi budaya.</p> Yulianus Hamat Pius Pandor Copyright (c) 2024 Yulianus Hamat, Pius Pandor https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-03-30 2024-03-30 6 1 130 141 10.23887/jabi.v6i1.68523 Konsep Muku Ca Pu’u Neka Woleng Curup dan Implementasinya dalam Sila Persatuan Indonesia https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JABI/article/view/69939 <p>Indonesia adalah negara yang unik di mana di dalamnya memiliki karakteristik budaya yang beragam seperti suku, ras, agama, dan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi <em>Goet “Muku Ca Pu’u Neka Woleng Curup</em>” dalam masyarakat Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur dengan Sila Ketiga Pancasila. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif untuk mengkaji secara detail terkait fenomena. Subjek penelitian yang dipilih adalah masyarakat Manggarai Timur yang kemudian dilakukan pengumpulan data melalui metode wawancara, dan observasi. Data yang diperoleh selanjutnya akan dianalisis. Hasil penelitian digunakan untuk menunjukkan bahwa peribahasa Muku <em>Ca Pu’u Neka Woleng Curup</em> secara aktif menerapkan nilai-nilai Sila Ketiga Pancasila dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Manggarai Timur, dengan menjunjung tinggi semangat persatuan dan kerukunan antar-etnis, misalnya antara suku-suku. Selain itu, nilai-nilai lokal dan tradisi budaya mereka juga tetap terjaga. Penelitian ini memberikan kontribusi dalam pemahaman lebih lanjut tentang bagaimana Sila Ketiga Pancasila dapat diimplementasikan dalam keragaman budaya Indonesia</p> Yuliano Bernardino Armada Ryanto Matias J. Adon Copyright (c) 2024 Yuliano Bernardino, Armada Ryanto, Matias J. Adon https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-03-30 2024-03-30 6 1 113 122 10.23887/jabi.v6i1.69939 Sebuah Studi Etnografi: Akuntansi Pernikahan Ditinjau dari Perspektif Budaya Tionghua https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JABI/article/view/64880 <p><em>Sangjit</em> merupakan sebuah budaya dari salah satu suku di Indonesia, yakni Suku Tionghua yang berkaitan dengan pernikahan di mana sebelum pernikahan antara kedua pasangan dilangsungkan, maka pada Suku Tionghua harus terlebih dahulu melakukan prosesi <em>Sangjit.</em> Tujuan dari dilakukannya penelitian ini yakni untuk mengetahui makna dari budaya <em>Sangjit</em> jika dikaji melalui ilmu akuntansi. Dalam <em>Sangjit</em> sendiri terdapat prosesi seserahan barang serta tahap persiapan sebelum prosesi yang menarik jika dilihat dari kacamata akuntansi. Metode penelitian yang digunakan yakni menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi serta menggunakan data primer dengan wawancara mendalam. Teknik analisis data pada penelitian ini yakni mengelompokkan hasil wawancara ke dalam daftar kategori berdasarkan fenomena perilaku atau psikologi yang unik, pemberian label atas kategori, serta membuat kesimpulan berdasarkan daftar kategori. Lokasi penelitian berada di kota Pontianak serta responden penelitian berjumlah 5 (lima) orang yang sudah menikah dan melewati prosesi <em>Sangjit</em>. Hasil dari penelitian ini yaitu budaya <em>Sangjit</em> memiliki kaitan erat terhadap akuntansi di mana praktik akuntansi sehari-hari yang digunakan bisa kita jumpai pada prosesi <em>Sangjit, </em>seperti transparansi keuangan yang berkaitan juga dengan laporan keuangan, item-item yang terdapat di dalam laporan keuangan salah satunya aset lancar maupun aset tetap, serta konsistensi dalam pembentukan laporan keuangan di mana laporan keuangan harus dibentuk berdasarkan aturan yang berlaku</p> Irvin Nicholas Ricky Saputra Rafles Ginting Nella Yantiana Copyright (c) 2024 Irvin Nicholas, Ricky Saputra, Rafles Ginting, Nella Yantiana https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-03-30 2024-03-30 6 1 87 93 10.23887/jabi.v6i1.64880 Menggali Konsep Filosofis Ritual Wu’u Lolo Masyarakat Lamaole-Lawomaku-Flores Timur dalam Perspektif “Being in the Other” menurut Heidegger https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JABI/article/view/69706 <p>Fokus penelitian ini ialah mengkaji dan memahami konsep <em>"being in the other"</em> (berada dalam yang lain) Martin Heidegger dalam ritual Wu'u Lolo yang dilakukan oleh masyarakat Lamaholot di Indonesia Timur. Martin Heidegger merupakan seorang filsuf terkenal dalam tradisi fenomenologi dan eksistensialisme mengembangkan pandangan filosofis yang menekankan pentingnya interaksi sosial dan konteks dalam membentuk pemahaman individu tentang eksistensi dan realitas. Dalam Ritual <em>Wu'u Lolo, </em>masyarakat Lamaholot terlibat dalam serangkaian upacara adat yang melibatkan interaksi sosial, pertukaran budaya, dan pemahaman kolektif tentang dunia spiritual mereka. Penelitian ini menggunakan kerangka konseptual Heidegger untuk menganalisis bagaimana peserta ritual "berada dalam yang lain" saat berpartisipasi dalam upacara ini, bagaimana pengalaman tersebut membentuk pemahaman mereka tentang eksistensi, dan bagaimana konsep ini berperan dalam mempertahankan dan memperkaya tradisi budaya masyarakat Lamaholot. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini ialah studi kepustakaan. Melalui analisis ini, penelitian ini bertujuan untuk membawa pemahaman filosofis Heidegger tentang <em>"being in the other"</em> ke dalam konteks budaya yang berbeda, menunjukkan relevansi dan aplikabilitas konsep tersebut dalam pemahaman eksistensi manusia di berbagai latar belakang budaya. Penelitian ini menemukan bahwa konsep <em>Being in Other </em>ditemukan melalui partisipasi masyarakat Lamalohot dalam ritual Wulu Lolo membuat mereka terhubung dengan orang lain, alam dan juga sang Pencipta.</p> Heribertus Ama Bugis Armada Riyanto Copyright (c) 2024 Heribertus Ama Bugis, Armada Riyanto https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-03-31 2024-03-31 6 1 30 40 10.23887/jabi.v6i1.69706 Proses, Makna dan Relevansi Upacara Pongo dalam Kehidupan Sosial-Budaya Masyarakat Lempe, Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JABI/article/view/73234 <p>Keberadaan orang Manggarai sebagai pendukung kebudayaan menghasilkan berbagai warisan budaya yang menjadi ciri khas budaya Manggarai itu sendiri. Setiap proses budaya yang dilakukan memiliki nilai, implikasi dan relevansi yang penting bagi pembangunan hidup budaya suatu masyarakat. Perkembangan cara berpikir dan bertindak manusia zaman ini menghasilkan banyak kreasi, olahan dan tinjauan abstraksi yang mewarisi nilai-nilai sosial kehidupan yang berintegritas. Penelitian ini bertujuan mengkaji proses, makna dan relevansi upacara <em>pongo</em> dalam kehidupan Masyarakat Lempe dan juga sebagai tinjauan observasi kehidupan sosial-budaya dalam ranah kebudayaan masyarakat yang mengikat dan mentradisi. Metode penulisan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang mencakup studi kepustakaan, wawancara dan observasi sederhana di lapangan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa proses dan makna upacara <em>Pongo </em>itu terdiri dari tiga tahap utama yakni tahap awal, tahap pelaksanaan dan tahap akhir. Tahap awal upacara <em>Pongo </em>mencakup tahap <em>wa mata </em>dan tahap <em>nempung woe</em>, tahap pelaksanaan mencakup tahap <em>tuak we’e</em>, penawaran belis (<em>paca</em>), <em>pongo kempu </em>dan <em>karong molas, </em>serta tahap akhir mencakup tahap <em>pedeng </em>dan pembagian <em>seng tadu lopa. </em>Sementara itu, relevansi upacara <em>pongo </em>merujuk pada nilai-nilai budaya yang mengangkat dan memberdayakan kearifan lokal. Upacara <em>pongo</em> menghidupi sistem kekeluargaan dengan sikap penghargaan yang melampaui kedudukan sosial masyarakat dalam sistem yang berlaku. Nilai-nilai yang ditampilkan dalam acara <em>pongo </em>seperti tanggung jawab, menghormati satu sama lain, kekeluargaan yang tinggi, cinta kasih menjadi tolak ukur pembangunan kehidupan sosial-budaya masyarakat dalam sistem pemerintahan yang dijalankan. Mentalitas pembangunan itu hemat penulis adalah spirit pembangunan ruang sosial yang inklusif, terbuka dan transparan dalam menanggapi situasi zaman</p> Eugenius Besli Heribertus Solosumantro Copyright (c) 2024 Heribertus Solosumantro, Eugenius Besli https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-03-30 2024-03-30 6 1 49 59 10.23887/jabi.v6i1.73234 Peran Pimpinan Daerah dalam Pelestarian dan Pengelolaan Pusaka, Studi Kasus: Kabupaten Lampung Barat https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JABI/article/view/63354 <p>Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang memiliki keindahan saujana alam dan saujana pusaka. Kondisi geografis Kabupaten Lampung Barat yang berupa pegunungan dan perbukitan serta berada di kawasan pesisir menyebabkan kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Selain itu, Kabupaten Lampung Barat dipercaya sebagai tempat berdirinya Kerajaan Skala Brak, yang diyakini sebagai asal mula masyarakat Lampung saat ini. Menyadari hal tersebut, upaya pelestarian pusaka saujana sudah dilakukan oleh pemerintah dan pimpinan Kabupaten Lampung Barat. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengidentifikasi tindakan pelestarian dan pengelolaan pusaka oleh pemerintah dan pimpinan daerah Kabupaten Lampung Barat berdasarkan strategi 5C+1 yang diadopsi dari konvensi pelestarian UNESCO 1972, meliputi kredibilitas, pelestarian, peningkatan sumber daya manusia, komunikasi, komunitas, serta kolaborasi. Penulisan artikel ini disusun dengan pendekatan Studi Pustaka, melalui teori-teori dari berbagai literatur yang terkait dengan penelitian. Hasil dari kajian yang dilakukan menunjukan bahwa Pemerintah dan Pimpinan Kabupaten Lampung Barat sudah memiliki kesadaran akan pentingnya pelestarian dan pengelolaan pusaka alam dan budaya yang dimilikinya. Kekurangan yang masih ditemukan adalah pada aspek peningkatan sumber daya manusia, yakni belum ada tindakan nyata yang dilakukan oleh pemerintah. Upaya yang dapat dilakukan untuk mendorong pelestarian dan pengelolaan pusaka alam serta budaya yang berkelanjutan adalah dengan penguatan peningkatan sumber daya manusia yang melibatkan masyarakat, komunitas adat, pemerintah dan pimpinan, serta pihak terkait lainnya. Hal ini dapat dilakukan untuk mengantisipasi perubahan atau kehilangan nilai pusaka lebih lanjut.</p> Rian Adetiya Pratiwi Copyright (c) 2024 Rian Adetiya Pratiwi https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-03-30 2024-03-30 6 1 123 129 10.23887/jabi.v6i1.63354 Eksistensi Lembaga Adat Melayu dalam Menjaga Kelestarian Adat Istiadat dan Budaya pada Era Global di Bangka Belitung https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JABI/article/view/69087 <p>Indonesia merupakan negara dengan kekayaan adat istiadat dan budaya yang beragam. Setiap daerah di seluruh Indonesia memiliki keberagaman adat istiadat dan budaya, termasuk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Eksistensi dari Lembaga Adat dalam pelestarian budaya agar tidak tergerus menjadi urgensi dalam menjaga warisan sejarah, sehingga diperlukan upaya dan strategi untuk menjaga dan melestarikan adat dan budaya dengan mengoptimalkan institusi yang ada, salah satunya Lembaga Adat Melayu. Penulisan ini dilakukan dengan melakukan observasi langsung ke pengurus, perangkat desa, serta masyarakat sekitar untuk mengetahui kondisi Lembaga Adat Melayu saat ini yang memiliki peran penting dan aktif dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan dalam proses pelestarian budaya di Kampung Melayu Tuatunu Indah</p> Zalva Purmawanti Rozi Rozi Lili Nurdianti Mulyani Mulyani Susan Ameilia Copyright (c) 2024 Zalva Purmawanti, Rozi, Lili Nurdianti, Mulyani, Susan Ameilia https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-03-30 2024-03-30 6 1 60 68 10.23887/jabi.v6i1.69087 Pelestarian Tradisi Djenggolo: Studi Kasus Desa Wisata Janggalan Kabupaten Kudus https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JABI/article/view/71396 <p>Tradisi merupakan kebiasaan yang telah diwariskan dari satu generasi ke generasi dan terus dilestarikan dalam suatu masyarakat. Di Kota Kudus, warisan budaya yang kaya seperti tradisi Djenggolo masih hidup hingga saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tradisi "Djenggolo" di Desa Wisata Janggalan, menganalisis proses dan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi tersebut, serta menjelaskan bagaimana tradisi ini dilestarikan di Desa Wisata Janggalan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Subjek penelitian ini adalah masyarakat di Desa Wisata Janggalan, dengan objek penelitian berfokus pada desa tersebut. Data dikumpulkan melalui observasi, studi literatur, dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi "Djenggolo" di Desa Wisata Janggalan merupakan warisan yang diturunkan dari generasi ke generasi, mencakup berbagai nilai budaya seperti nilai religius, budaya, sakral, gotong-royong, ekonomi, karakter, dan kreativitas. Pelestarian tradisi ini masih berlangsung hingga saat ini dan merupakan tantangan bagi masyarakat Janggalan untuk menjaga warisan budaya ini agar tidak punah.</p> Amul Chusni Yusuf Falaq Copyright (c) 2024 Amul Chusni, Yusuf Falaq https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0 2024-03-31 2024-03-31 6 1 13 22 10.23887/jabi.v6i1.71396