Page 1 of 11

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha 68

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha

p-ISSN : 2599-1450

e-ISSN : 2599-1485

Volume 10 Nomor 1 Tahun 2023

Open Acces : https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPB/index

Keanekaragaman Bivalvia di Pesisir Wisata Pantai Depok,

Pekalongan

Daffa Ulwan Nafilah1,*, Erna Wijayanti2

.

1

Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia

2

Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia

*daffa_ulwan_nafilah_2008086072@walisongo.ac.id

Abstract

Pekalongan is an area that has a fairly long coastline because it is located on the northern coastline of Central Java.

However, there is still not much research related to beach conditions in Pekalongan. One of the Depok beach tours in

Pekalongan Regency has also not been explored much, especially regarding the study of the diversity of marine life in the

area. Marine biota that are often found in coastal areas are clams (Bivalvia). Therefore this study aims to measure the

diversity of bivalves in the coastal tourism area of Depok, Pekalongan Regency. The method used is the quadrant method by

adopting a sampling transect schematic. Data analysis used the Shanon-Weiber diversity index, evenness index, and

dominance index. The results of the study found that there were 13 species consisting of 7 genera, 6 families, and 5 orders

with a total of 224 individuals of Bivalvia. Diversity index value -2.126.. Evenness index value -0.829. The dominance index

value is 0.153. The low index values for diversity, evenness, and dominance are influenced by environmental factors and

human activity factors.

Keywords: Bivalvia, Depok Beach Pekalongan Regency, Diversity, Dominance, Evenness.

Abstrak

Pekalongan merupakan daerah yang memiliki garis pantai cukup panjang dikarenakan terletak di garis pantai utara

Jawa Tengah. Akan tetapi masih belum banyak penelitian terkait kondisi pantai di Pekalongan. Salah satu wisata pantai

Depok di Kabupaten Pekalongan juga masih belum banyak dieksplor utamanya tentang studi keanekaragaman biota laut

yang ada di kawasan tersebut. Biota laut yang sering dijumpai di daerah pesisir adalah Kerang (Bivalvia). Oleh karena itu

penelitian itu bertujuan untuk mengukur keanekaragaman Bivalvia di kawasan pesisir wisata pantai Depok Kabupaten

Pekalongan. Metode yang digunakan yakni metode quadran dengan mengadopsi skematik transek sampling. Analisis data

menggunakan indeks keanekaragaman Shanon-Weiber, indeks kemerataan, dan indeks dominansi. Hasil penelitian ditemukan

terdapat 13 spesies yang terdiri dari 7 genus, 6 famili, dan 5 ordo dengan total keseluruhan Bivalvia sebanyak 224 individu.

Nilai indeks keanekaragaman -2,126. Nilai indeks kemerataan -0,829. Nilai indeks dominansi 0,153. Rendahnya nilai indeks

keanekaragamana, kemerataan, maupun dominansi dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor aktivitas manusia.

Kata-kata kunci: Bivalvia, Dominansi, Keanekaragaman, Kemerataan, Pantai Depok Kabupaten Pekalongan

PENDAHULUAN

Pekalongan merupakan salah satu daerah yang terletak di garis pantai utara Jawa Tengah

sehingga Pekalongan menjadi daerah yang memiliki banyak wisata pantai. Pekalongan

memiliki potensi wisata pesisir yang meliputi hamparan pantai dan laut, contohnya wisata

pantai Slamaran, pantai Pasir Kencana, pantai Wonokerto, dan pantai Depok (Musaddun dkk,

Page 2 of 11

Vol. 10, No. 1

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha 69

2013). Menurut Hargono (2011) kawasan wisata pesisir Depok, Pekalongan berada dalam

kondisi kritis akibat erosi yang parah dan progresif sehingga mengakibatkan pergeseran garis

pantai ke arah daratan. Kondisi pesisir Depok yang semakin memprihatinkan ini, ternyata

belum banyak dilakukan penelitian terkait kenanekaragaman hayati yang ada di pesisir Depok,

Pekalongan.

Keanekaragaman hayati pesisir laut terdiri dari komunitas utama dan biota yang

berasosiasi (Yulinda dkk, 2013). Komunitas utama yang dimaksud diantaranya seperti karang,

lamun, alga dan fauna lainnya, sedangkan biota yang berasosiasi dengan habitat pesisir

diantaranya kelompok moluska, echinodermata, krustase, cacing, dan ikan. Biota laut tersebut

umumnya dimanfaatkan masyarakat sekitar pesisir sebagai bahan pangan (Muzani dkk, 2020).

Selain itu masing-masing dari biota laut tersebut memiliki peran tertentu dalam jaring

makanan. Apabila terjadi kelangkaan suatu spesies biota laut maka akan berdampak pada

keseimbangan ekosistem di dalamnya. Oleh karena itu diperlukan adanya kajian terkait

keanekaragaman biota laut.

Salah satu biota laut yang cukup banyak dijumpai di area pesisir adalah kelompok

Mollusca. Mollusca merupakan hewan dengan karakteristik memiliki tubuh yang lunak, karena

tubuhnya terlindungi oleh mantel berupa lapisan jaringan penutup organ visceral. Selain itu,

Mollusca merupakan kelompok hewan yang memiliki struktur permukaan tubuh berupa

cangkang. Cangkang tersebut disekresikan oleh mantel Mollusca yakni bahan kalsium

karbonat (CaCO3), Akan tetapi terdapat pengecualian pada kelompok tertentu seperti cumi- cumi dan gurita yang tidak memiliki struktur cangkang dikarenakan cangkangnya tereduksi

(Kalsum dan Iftitah, 2022). Mollusca dikelompokkan menjadi Gastropoda, Pelecypoda

(Bivalvia), dan Cephalopoda. Menurut Abdillah dkk (2019) Bivalvia merupakan mollusca

yang paling banyak ditemukan di daerah pesisir. Bivalvia merupakan kelompok mollusca yang

memiliki karakteristik struktur tubuh berupa dua keping cangkang yang dihubungkan untuk

melindungi tubuh lunaknya (Situngkir dkk, 2022).

Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa keanekaragaman Bivalvia bermanfaat untuk

dalam bidang ekologi, khususnya lingkungan (Abdillah dkk, 2019). Kelompok Mollusca

(termasuk Bivalvia) berperan dalam dinamika unsur hara yakni sebagai dekomposer

awal yang mampu mencacah dedaunan menjadi bagian-bagian lebih kecil, kemudian akan

dilanjutkan oleh mikroorganisme yang berukuran lebih kecil (Arief, 2003). Pernyataan lain

mengungkapkan peran Bivalvia dalam ekosistem adalah sebagai biota penting penyusun suatu

ekosistem. Hal ini dikarenakan Bivalvia bersifat filter fideer sehingga Bivalvia mampu

menyaring bahan-bahan organik yang ada dalam perairan (Bahri dkk, 2020). Selain itu

Page 3 of 11

Vol. 10, No. 1

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha 70

Bivalvia dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator kualitas perairan, dikarenakan Bivalvia

merupakan kelompok hewan yang memiliki habitat di kawasan tersebut bahkan untuk

menghabiskan seluruh hidupnya, sehingga apabila terjadi pecemaran lingkungan, hal tersebut

akan berdampak pada tubuh Bivalvia yang akan terpapar oleh bahan pencemar hingga terjadi

penimbunan/akumulasi pada tubuh Bivalvia. Apabila terdapat bahan tercemar yang masuk di

tubuh bivalvia, maka tubuh Bivalvia menjadi tidak toleran terhadap lingkungan hidupnya dan

berakibat mati, dengan demikian keberadaanya dapat digunakan sebagai bioindikator (Putri

dkk, 2011). Pentingnya peranan dari Gastropoda dan Bivalvia bagi lingkungan, seharusnya

perlu diberdayakan lebih lanjut terkait keanekaragamannya di alam.

Keanekaragaman Bivalvia dapat diketahui dengan melakukan pengukuran. Menurut Irni

(2021) pengukuran tersebut dapat dilakukan melalui tiga parameter, antara lain: kekayaan

jenis, keanekaragaman jenis dan kemerataan. Pengukuran keanekaragaman jenis menjadi isu

penting terkait dengan degradasi habitat, fragmentasi dan kepunahan. Pengukuran tersebut

tidak hanya dilakukan untuk mengetahui dan memahami kondisinya saat ini, tetapi juga untuk

membandingkan, menganalisis hubungan dan memprediksi perkembangannya serta

menentukan tindakan pengelolaan yang perlu dilakukan. Pengetahuan mengenai filosofi,

metode, dan implementasi dari konsep pengukuran keanekaragaman jenis dalam studi ekologi

perlu dilakukan mengingat urgensinya untuk keberlangsungan suatu spesies (Irni, 2021).

Keanekaragaman Bivalvia di alam yang masih kurang diteliti tersebut mendasari penelitian ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur keanekaragaman Bivalvia di wisata Pantai Depok

Kabupaten Pekalongan.

Metode

Penelitian ini dilakukan di Wisata Pantai Depok Kabupaten Pekalongan pada 30 April

2023. Bahan yang digunakan adalah sampel Bivalvia, sedangkan alat-alat yang digunakan

adalah rafia dibentuk menyerupai kuadran ukuran 1 x 1 m, kantong plastik, dan kamera. Teknik

pengambilan sampel pada penelitian ini berdasarkan pada penggunaan metode Quadrat

sampling (Fachrul, 2007), sedangkan untuk menentukan pengukuran Quadrat sampling dengan

mengadopsi skematik transek sampling

Transek merupakan jalur sempit melintang pada area yang akan dijadikan tempat

pengamatan. Metode ini bertujuan agar mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan

perubahan lingkungan serta hubungan vegeterasi yang ada di area pengamatan secara cepat.

Menurut Sari dkk (2018) apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan semakin

pendek. Pada lokasi pengamatan ditentukan lima stasiun yang terdiri atas tiga garis transek di

Page 4 of 11

Vol. 10, No. 1

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha 71

daerah pesisir Depok. Setiap transek terdapat 5 plot berukuran 1x1 m, sehingga jumlah plot

keseluruhan pada area pengamatan adalah 15.

Selanjutnya, untuk pengamatan jenis-jenis Bivalvia dilakukan dengan cara Bivalvia yang

ditemukan pada setiap plotnya disortir dan dihitung. Identifikasi jenis Bivalvia yang berhasil

ditemukan dilakukan dengan melihat bentuk cangkang, warna, corak dan jumlah putaran

cangkang. Dilanjutkan dengan dicocokkannya setiap jenis Bivalvia yang ditemukan sesuai

karakteristik morfologinya melalui panduan berupa artikel jurnal dan gambar dari penelitian

Oliver dkk (2018) dan Velde dkk (2020). Bivalvia yang ada di permukaan area pengamatan

pada setiap plot diambil dan didokumentasikan. Kemudian, data keanekaragaman bivalvia

dihitung dengan rumus indeks keanekaragaman. Teknik analisis data keanekaragaman

secara statatistik deskriptif.

Indeks keanekaragaman bivalvia dapat dihitung dengan rumus indeks

keanekaragaman Shannon-Wiener sebagai berikut (Odum, 1993).

Dimana :

H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wienner

pi = ni/N

ni = Jumlah induvidu jenis ke-i

N = Jumlah total induvidu

S = Jumlah genera/spesies

Dengan nilai :

Nilai H’ > 3 keanekaragaman spesies tinggi

Nilai H’ 1 ≤ H’ ≤ 3 keanekaragaman spesies sedang

Nilai H’ < 1 keanekaragaman spesies rendah

Indeks Kemerataan, perlu untuk mengukur indeks kemerataan jenis Bivalvia, karena

indeks kemerataan ini berfungsi untuk mengetahui kemerataan setiap jenis dalam setiap

komunitas yang dijumpai. Indeks kemerataan berkisar antara 0-1. Rumus yang digunakan

untuk menghitung indeks kemerataan sebagai berikut:

Dimana :

E = indeks kemerataan

H’ = indeks keanekaragaman dari Shannon – Wiener

S = jumlah jenis

Page 5 of 11

Vol. 10, No. 1

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha 72

Dengan nilai :

E ≈ 0 Kemerataan antara spesies rendah, artinya kekayaan individu yang dimiliki

masing-masing spesies sangat jauh berbeda.

E = 1 Kemerataan antara spesies relatif merata atau jumlah individu masing masing

spesies relatif sama

Indeks dominasi digunakan bertujuan agar mengetahui sejauh mana suatu spesies atau

genus mendominasi kelompok lain di kawasan pengamatan. Metode perhitungan yang

digunakan adalah rumus indeks dominasi Simpson (Odum, 1996).

Dimana :

C = indeks dominansi

n = jumlah individu

N = jumlah spesies i = 1,2,3,...,n

Dengan nilai:

0 < C ≤ 0,5 = tidak ada genus yang mendominasi

0,5 < C ≤ 1 = terdapat genus yang mendominasi

Hasil dan Pembahasan

Kerang (Bivalvia) termasuk dalam kelas Molluska yang terdiri dari semua jenis kerang- kerangan yang memiliki karakteristik berupa sepasang cangkang (Bivalvia berarti dua

cangkang). Bivalvia menjadi salah satu kelompok organisme invertebrate laut yang banyak

ditemukan dan hidup di daerah intertidal. Bivalvia memiliki kemampuan adaptasi khusus yang

memungkinkan untuk bertahan hidup pada daerah dengan berbagai tekanan fisik dan kimia

seperti yang terjadi pada daerah intertidal. Organisme ini juga dapat beradaptasi untuk bertahan

dari arus dan gelombang air laut. Akan tetapi, bivalvia tidak dapat berpindah tempat secara

cepat (motil) sehingga Bivalvia merupakan kelompok hewan invertebrata laut yang sangat

mudah untuk ditangkap atau dipanen untuk dimanfaatkan oleh manusia (Satino dkk., 2011).

Bivalvia merupakan hewan yang sering dimanfaatkan oleh manusia. Salah satunya yakni

sebagai dimanfaatkan sebagai sumber makanan. Hal ini dikarenakan daging Bivalvia

merupakan sumber protein. Selain itu cangkangnya di manfaatkan sebagai bahan kerajinan

tangan. Spesies tertentu yang dapat menghasilkan Mutiara contohnya seperti Tiram, diambil

mutiaranya dan dijadikan perihasan (Naksar dkk., 2014). Banyaknya manfaat tersebut, maka

perlu dilakukan studi atau penelitian terkait keanekaragamannya di alam. Hal ini bertujuan

Page 6 of 11

Vol. 10, No. 1

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha 73

supaya tidak terjadi adanya eksploitasi berlebihan pada kerrang (Bivalvia). Studi

keanekaragaman dapat membantu untuk kelangsungan dari kelestarian Bivalvia di alam.

Berdasarkan penelitian keanekaragaman Bivalvia di wisata pesisir Depok Kabupaten

Pekalongan, ditemukan 13 spesies Bivalvia yang berasal dari 3 ordo, 6 famili (Tabel 1). Total

individu yang ditemukan yakni 224 individu Bivalvia (Tabel 2). Ketiga belas spesies pada

setiap stasius pengamatan dapat diamati melalui Gambar 1.

Tabel 1. Jenis Bivalvia yang ditemukan di pesisir wisata pantai Depok

No Nama Spesies Ordo Family

1 Anadara granosa Arcoida Arcidae

2 Spisula solida Veneroida Mactridae

3 Mactra violacea Venerioda Mactridae

4 Donax cuneatus Cardiida Donacidae

5 Donax striatus Cardiida Donacidae

6 Donax venustus Cardiida Donacidae

7 Donax semistriatus Cardiida Donacidae

8 Cerastoderma edule Veneroida Cardiidae

9 Didacna subcalitus Cardiida Tellinidae

10 Tellina radiata Cardiida Tellinidae

11 Serratina capsiodes Cardiida Tellinidae

12 Maretrix lyrata Veneroida Veneridae

13 Oudardia varilineata Cardiida Tellinidae

Gambar 1. Jenis-jenis Bivalvia di pesisir wisata Pantai Depok

(A) (B) (C)

(D)

(E) (F) (G) (H)

Page 7 of 11

Vol. 10, No. 1

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha 74

(I) (J) (K)

(L) (M)

Sumber: Dokumentasi pribadi (2023)

Keterangan: (A) Anadara granosa; (B) Spisula solida; (C) Mactra violacea; (D) Donax

cuneatus; (E) Donax striatus; (F) Donax venustus; (G) Donax simistriatus; (H) Cerastoderma

edule; (I) Didacta subcalitus; (J) Tellina radiata; (K) Serratina capsiodes; (L) Maretrix lyrate;

(M) Oudardia varilineata

Tabel 2. Jumlah Bivalvia dan Gastropoda yang telah di peroleh dalam pengamatan setiap

stasiun

No Spesies Stasiun Total

1 2 3 4 5

1 Anadara granosa 11 15 7 15 12 60

2 Spisula solida 13 6 3 5 10 37

3 Mactra violacea 7 7 9 4 4 31

4 Donax cuneatus 3 - 3 1 2 9

5 Donax striatus - 2 1 - 1 3

6 Donax venustus 1 - - 1 2 4

7 Donax semistriatus 2 1 2 1 1 7

8 Cerastoderma edule 4 9 6 9 7 35

9 Didacna subcalitus 2 3 3 1 - 14

10 Tellina radiata 2 4 2 2 1 11

11 Serratina capsiodes - - 1 - 2 3

12 Maretrix lyrata 1 - 3 2 1 7

13 Oudardia varilineata - 1 1 - 1 3

Total individu 224

Dari hasil yang ditemukan pada Tabel 2. Kemudian dilakukan analisis data dengan

perhitungan indeks keanekaragaman, indeks kemerataan, dan indeks dominansi. Hasil

perhitungan masing-masing indeks dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 8 of 11

Vol. 10, No. 1

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha 75

Tabel 3. Indeks kelimpahan, keanekaragaman, dan kemerataan Gastropoda dan Bivalvia

Indeks

keanekaragaman

Indeks

kemerataan

Indeks

Dominasi

-2,126 -0,829 0,153

Indeks keanekaragaman (H') menggambarkan keadaan populasi organisme secara

matematis agar mempermudah dalam proses analisis informasi tentang jumlah individu

masing-masing jenis pada suatu komunitas. Melalui hasil pengamatan didapatkan nilai indeks

keanekaragaman yang rendah yakni sebesar -2,126 (Tabel 2) karena nilai tersebut < 1. Nilai

keanekaragaman yang rendah ini dapat menggambarkan lingkungan hidup Bivalvia yang

berubah-ubah. Berbeda halnya jika indeks keanekaragaman yang dihasil kan memiliki nilai >

3 (keanekaragaman yang tinggi) mengindikasikan lingkungan yang stabil.

Salah satu penyebab dari sedikitnya spesies yaitu dikarenakan ketidaksesuaian Bivalvia

dengan habitatnya. Suatu habitat yang dihuni oleh sedikit spesies maka akan berkompetisi

dalam memperebutkan ruang lingkup kehidupan yang besar dan sumber nutrisi akan semakin

kecil, dengan demikian organisme yang tinggal di dalamnya memiliki kesempatan untuk

berkembang dengan baik (Pangribuan dkk, 2022). Faktor lain yang mempengaruhi sedikitnya

spesies bivalvia di area pengamatan yaitu adanya persaingan terhadap organisme kecil dan

lemah dikalahkan oleh organisme yang lebih besar. Organisme tersebut akan tetap hidup

sedangkan organisme yang lebih kecil kalah dan akhirnya tersingkir.

Rendahnya indeks keanekaragaman disebebkan oleh keberadaan individu/spesies

Bivalvia di area yang diteliti relatif tidak merata Nurjanah (2013). Selain itu adanya eksploitasi

secara berlebihan, yaitu masyarakat melakukan penangkapan Bivalvia secara terus menerus

hampir setiap hari pada saat surut dengan menyelusuri sepanjang pantai Depok. Penyebab lain

rendahnya indeks keanekaragaman menurut Ayunda (2011) bahwa indeks keanekaragaman

jenis semakin menurun seiring dengan menurunnya kondisi atau lingkungan perairan.

Nilai indeks kemerataan (E) Bivalvia di pesisir Depok Kabupaten Pekalongan memiliki

nilai negative yakni -0,968. Nilai yang jauh dari angka 0 ini menunjukkan kemerataan antara

spesies rendah, artinya kekayaan individu yang dimiliki masing-masing spesies sangat jauh

berbeda (Nurjanah dkk, 2013). Menurut Yanuarti (2012) tingkat tinggi atau rendahnya indeks

kemerataan, dipengaruhi oleh kesuburan habitat yang dapat mendukung kehidupan setiap

spesies yang menempati lokasi tersebut. Kemudian pada hasil perhitungan indeks dominasi

menunjukkan bahwa nilai indek dominasi rendah dengan nilai 0,153 (tabel 2). Nilai indeks

dominansi rendah menunjukkan, bahwa pada lokasi tersebut tidak ada spesies bivalvia yang

mendominasi.

Page 9 of 11

Vol. 10, No. 1

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha 76

Berdasarkan literatur habitat yang disukai oleh Bivalvia untuk hidup dan

berkembangbiak ditentukan oleh jenis substratnya. Bivalvia sangat menyukai habitat lumpur

atau lumpur berpasir baik secara mengumpul (berkoloni) ataupun menyebar. Hal ini

dikarenakan substrat berupa lumpur memiliki banyak kandungan organik (Pangribuan dkk,

2022). Pernyataan tersebut diperkuat oleh penelitian. Riniatsih dan Edi (2009) yang

menyatakan bahwa tekstur substrat dasar lumpur berpasir memiliki kandungan bahan organik

yang tinggi dibandingkan tekstur substrat dasar pasir karena semakin halus tekstur substrat

dasar maka kemampuan dalam menjebak bahan organik akan semakin besar.

Riniatsih dan Edi (2009) juga menjelaskan penyebab lain rendahnya indeks

keanekaragaman, kemerataan, serta dominansi bivalvia berhubungan dengan besar kecilnya

diameter butiran sedimen di dalam atau di atas Bivalvia tersebut berada. Sedangkan menurut

Rizal dkk (2013) arus merupakan salah satu faktor pembatas organisme perairan, dikarenakan

arus dapat mempengaruhi kehidupan Bivalvia. Arus yang kuat akan menghempaskan

organisme seperti halnya bivalvia, sehingga hanya organisme jenis-jenis tertentu dengan

kemampuan adaptasinya yang mampu bertahan. Pernyataan tersebut didukung dengan literatur

yang menyatakan bahwa Bivalvia (kerang) tidak menyukai arus yang deras karena arus yang

deras akan mengikis kandungan nutrisi dan mengurangi suplai makanan bagi Bivalvia

(kerang). Selain itu, kecepatan arus juga berpengaruh terhadap banyak atau sedikitnyanya

kadar oksigen yang terlarut dalam air (Wardani dkk, 2018). Penelitian Riniatsih dan Edi (2009)

menunjukkan bahwa bivalvia paling banyak ditemukan dengan kecepatan arus 0,07 m/dtk.

Keanekaragaman jenis dapat mendeskripsikan karakteristik tingkatan dalam komunitas

berdasarkan organisasi biologisnya, yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur

komunitasnya. Suatu komunitas dapat memiliki keanekaragaman yang tinggi apabila

komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies (jenis) dengan kelimpahan spesies sama dan

hampir sama. Akan tetapi, apabila suatu komunitas disusun oleh sedikit spesies dan apabila

hanya disusun oleh sedikit spesies yang dominan maka keanekaragaman jenisnya pun rendah

(Setyobudiandi, 2010).

Penutup

Keanekaragaman Bivalvia di pesisir Depok Kabupaten pekalongan memiliki indeks

yang rendah yaitu -2,126. Begitu pula dengan indeks kemerataan yang memiliki nilai -0,829

dan indeks dominansinya yaitu 0,153. Rendahnya nilai indeks ini dapat dikarenakan faktor

lingkungan seperti tidak sesuainya kondisi habitat bivalvia ataupun faktor aktivitas manusia

seperti halnya eksploitasi berlebihan.

Page 10 of 11

Vol. 10, No. 1

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha 77

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih kepada teman saya Dinda Rosiana yang telah membantu dalam proses

pengumpulan data. Terima kasih kepada ibu Erna Wijayanti yang telah memberikan saran dari

proses penentuan judul artikel hingga penyusunan artikel. Terima kasih kepada teman-teman

Pendidikan Biologi 6C yang saling mendukung satu sama lain untuk menyelesaikan artikel ini.

Daftar Pustaka

Ariani, D., Swasta, J., & Adnyana, B. (2019). Studi Tentang Keanekaragaman dan

Kemelimpahan Mollusca Bentik serta Faktor-Faktor Ekologis yang Mempengaruhinya

di Pantai Mengening, Kabupaten Badung, Bali. Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha,

6(3), 146–157.

Ayunda, R. (2011). Struktur Komunitas Gastropoda pada Ekosistem Mangrove di Gugus

Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Skripsi. Program Si Biologi Depok. Universitas

Indonesia

Bahri, S., Kurnia, T. I. D., & Asdiansyah, F. (2020). Keanekaragaman Kelas Bivalvia Di Hutan

Mangrove Pantai Bama Taman Nasional Baluran. Biosense. 03(1), 56–70.

Hehakaya, Y.H. (2005) Potensi Sumber Daya Gastropoda Pada Perairan Desa Rutong

Kecamatan Baguala. Skripsi. Universitas Pattimura, Ambon.

Irni, J. (2021). Sensitivitas Metode Pengukuran Keanekaragaman Jenis Di Cikabayan Bogor.

Jurnal Rhizobia, 3(1), 19–26.

Musaddun, Kurniawati, W., Dewi, S. P., & Ristianti, N. S. (2013). Bentuk Pengembangan

Pariwisata Pesisir Berkelanjutan Di Kabupaten Pekalongan. Ruang: Jurnal

Perencanaan Wilayah Dan Kota, 1(2), 261–270.

Muzani, Jayanti, A. R., Wardana, M. W., Sari, N. D., & Ginting, Y. L. B. (2020). Manfaat

Padang Lamun Sebagai Penyeimbang Ekosistem Laut Di Pulau Pramuka, Kepulauan

Seribu. Jurnal Geografi Dan Pengajarannya, 18(1), 1-14

Oliver, Graham P., & Morgenroth, H. (2018). Additional type and other notable specimens of

Mollusca from the Montagu Collection in the Royal Albert Memorial Museum & Art

Gallery, Exeter. Zoosystematics and Evolution, 94(2), 281–303.

Pancawati, D. N., Purnomo, P. W., Studi, P., Sumberdaya, M., Perikanan, J., & Diponegoro,

U. (2014). Karakteristik Fisika Kimia Perairan Habitat Bivalvia di Sungai Wiso Jepara

[Physical and Chemical Properties of Aquatic Habitat of Bivalves in Wiso River,

Page 11 of 11

Vol. 10, No. 1

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha 78

Jepara]. Diponegoro Journal of Maquares; Management of Aquatic Resources, 3(4),

141–146.

Restu Amanda Putri, Tjipto Haryono, S. K. (2011). Keanekaragaman Bivalvia dan Peranannya

sebagai Bioindikator Logam. LenteraBio, 1(2), 87–91.

Riniatsih, I., & Kushartono, E. W. (2009). Substrat dasar dan parameter oseanografi sebagai

penentu keberadaan Gastropoda dan Bivalvia di Pantai Sluke Kabupaten Rembang.

Ilmu Kelautan, 14(1), 50–59.

Risda Yanti Pangaribuan, Miswar Budi Mulya, D. N. (2022). Keragaman Bivalvia Di Pantai

Sialang Buah Sumatera Utara. Aquarine, 9(2), 72–82.

Rizal., Emiyarti dan Abdullah. (2013). Pola Distribusi dan Kepadatan Kijing Taiwan

(Anadonta woodiana) di Sungai Aworeka Kabupaten Konawe. Jurnal Mina Laut

Indonesia, 2 (6): 142-153.

Sari, D. N., Wijaya, F., Mardana, M. A., & Hidayat, M. (2018). Analisis vegetasi tumbuhan

bawah dengan metode transek (line transect) di Kawasan Hutan Deudap Pulo Aceh

Kabupaten Aceh Besar. Prosiding Seminar Nasional Biotik, 6(1), 165–173.

Setyobudiandi, I. (2010). Biota Laut. Seri Moluska Indonesia Gastropoda dan Bivalvia.

Situngkir, F., Pringgenies, D., & Sedjati, S. (2022). Determinasi Bivalvia dan Gastropoda

Yang Terdapat Di Pantai Binasi , Sorkam , Kabupaten Tapanuli Tengah (

Determination of Bivalves and Gastropods Found on Binasi Beach , Sorkam , Central

Tapanuli ). 6(2), 70–78.

Velde, S. van de, Yanina, T. A., Neubauer, T. A., & Wesselingh, F. P. (2020). The Late

Pleistocene mollusk fauna of Selitrennoye (Astrakhan province, Russia): A natural

baseline for endemic Caspian Sea faunas. Journal of Great Lakes Research, 46(5),

1227–1239.

Wardani, Beby Aulia Kesuma. (2018). Studi Keanekaragaman Gastropoda Sebagai

Bioindikator Perairan Di Pantai Sialang Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi

Sumatera Utara. Sumatera Utara: Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.