Cooperative Learning Model with Jigsaw Type Improves Students’ Sciences Process Skills and Learning Outcomes

Authors

  • Fransiska Purwantini Soedimardjono Unversitas Negeri Yogyakarta
  • Pratiwi P.

DOI:

https://doi.org/10.23887/jpi-undiksha.v10i1.25203

Keywords:

Process skills, Learning Outcomes, Jigsaw

Abstract

This study aims to improve science process skills and learning outcomes with Classroom Action Research using a jigsaw-type cooperative learning model. This research is a classroom action research conducted in two cycles. Learning outcomes before the results of the study using a jigsaw cooperative model is 33%. The results showed that an increase in student learning outcomes in the initial research, cycle I, and cycle II. The average value, in the initial study the average value of the class test was 57.33 in the first cycle, the average grade was 82.66, and in the second cycle, the average grade was 86.66. In addition, the number of students who graduated also increased, in the initial study the number of students who graduated was only 10 people (33%), and 20 other people (67%) did not graduate. In the first cycle the number of students who graduated increased to 26 people (87%) students who did not pass 4 people (13%). An increase in the number of students who graduated was also seen in cycle II the number of students who passed 30 people (100%) or thus learning with the Jigsaw Cooperative model was more appropriate to be carried out so that all students graduated.

Author Biography

Fransiska Purwantini Soedimardjono, Unversitas Negeri Yogyakarta

Jurnal Pendidikan Indonesia PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW Fransiska P 1*, Pratiwi P2 11Program Studi Pendidikan Dasar, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia 2Program Studi Pendidikan Dasar, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia e-mail: fransiska0492.pasca.2018@student.uny.ac.id1, pratiwi@uny.ac.id2 Abstrak Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar IPA dengan Penelitian Tindakan Kelas menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus yang dilakukan di SD Negeri Tunjungsari 2 Kabupaten Sleman. Hasil belajar sebelum hasil penelitian menggunakan model kooperatif tipe jigsaw adalah 33%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada penelitian awal, siklus I, dan siklus II. Nilai rata-rata, pada penelitian awal nilai rata-rata tes kelas 57,33 pada siklus I niai rata-rata kelas menjadi 82,66, dan pada siklus II rata-rata kelas menjadi 86,66. Selain itu, jumlah siswa yang lulus juga meningkat, pada penelitian awal jumlah siswa yang lulus hanya 10 orang (33%), dan 20 orang lainnya (67%) tidak lulus. Pada siklus I jumlah siswa yang lulus bertambah menjadi 26 orang (87%) siswa yang tidak lulus 4 orang (13%). Peningkatan jumlah siswa yang lulus juga terlihat pada siklus II jumlah siswa yang lulus 30 orang (100%) atau dengann kata lain seluruh siswa lulus. Kata kunci : Peningkatan hasil belajar IPA kooperatif jigsaw. . Abstract The purpose of the study was to improve the science process skills and learning outcomes with Classroom Action Research using a jigsaw cooperative learning model. This research is a classroom action research conducted in two cycles conducted at Tunjungsari 2 Elementary School, Sleman Regency. Learning outcomes before the results of the study using a jigsaw cooperative model is 33%. The results showed that an increase in student learning outcomes in the initial research, cycle I, and cycle II. The average value, in the initial study the average value of the class test was 57.33 in the first cycle, the average grade was 82.66, and in the second cycle the average grade was 86.66. In addition, the number of students who graduated also increased, in the initial study the number of students who graduated was only 10 people (33%), and 20 other people (67%) did not graduate. In the first cycle the number of students who graduated increased to 26 people (87%) students who did not pass 4 people (13%). An increase in the number of students who graduated was also seen in cycle II the number of students who passed 30 people (100%) or in other words all students graduated. Keywords: Improved learning outcomes of jigsaw cooperative science. 1. Pendahuluan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju dan pesat sangat berpengaruh terhadap pendidikan. Kecanggihan teknologi mengakibatkan aktivitas hidup manusia dapat dilakukan dengan mudah, cepat, dan praktis. Manusia cenderung menyukai segala sesuatu yang serba instan. Salah satu aspek yang berperan besar dalam usaha mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas adalah pendidikan. Pendidikan merupakan tumpuan dalam rangka usaha membangun peradaban manusia. Melalui pendidikan, diharapkan muncul generasi yang mampu mengembangkan seluruh potensi dalam dirinya dan berkontribusi terhadap kemajuan bangsa. Hal ini didukung oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada hakikatnya merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui proses ilmiah dengan cara berpikir dan penyelidikan yang membentuk sikap ilmiah, dan berinteraksi dengan teknologi sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun di masyara-kat (Buxton & Provenzo, 2011, p. 6; Chiappetta & Koballa, 2010, p. 105; Departemen Pendidikan Nasional, 2011, p. 4; Goldston & Downey, 2013, p. 13; Pellegrino, Wilson, Koenig, & Beatty, 2014, p. 40). Tugas guru dalam proses pembelajaran adalah merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan melaksanakan penilaian hasil pembelajaran. pelaksanaan proses pembelajaran sudah diatur dalam stsndar proses. Menurut Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, bahwa standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai kompetensi lulusan. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP, 2007, p.16) menegaskan tentang standar penilaian pendidikan bahwa hasil Ujian Nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk penentuan kelulusan siswa dari program dan/atau satuan pendidikan. Ujian Nasional lebih menekankan pada aspek kognitif, sehingga guru harus memperhatikan aspek lain, misalnya aspek keterampilan proses sains, motivasi belajar, serta sikap ilmiah. Wilke (2005, p.539) menyimpulkan bahwa terdapat keuntungan potensial dalam pembelajaran keterampilan proses sains, antara lain dapat meningkatkan keterampilan proses yang harus dimiliki siswa selama pembelajaran. Komponen pendidikan yang sangat me-nentukan terselenggaranya proses pendidikan dengan baik adalah guru. Sejalan dengan penda-pat Nadeem et al. (2011, p. 218) bahwa dalam semua sistem pendidikan, kinerja guru merupa-kan salah satu faktor utama penentu efektivitas sekolah dan hasil belajar. Tidak banyak guru yang mampu menjalankan peran dan fungsinya secara memadai. Permasalahan yang dihadapi datang dari fasilitas, kultur sosial sekolah setem-pat, atau sistem pendidikan. Guru dituntut mam-pu mengelola pengajaran yaitu pada menentukan strategi dan perencanaan serta diakhiri dengan penilaian. Uno (2007, p. 15) menyatakan guru adalah orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar. Menurut Suparlan (2008, p. 12), guru dapat diartikan sebagai orang yang tugas-nya terkait dengan upaya mencerdaskan kehi-dupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual dan emosional, intelektual, fisikal, maupun aspek lainnya. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa guru adalah suatu profesi yang secara legal formal maupun tidak formal yang bertugas mencerdaskan kehidupan bangsa dengan kemampuannya merancang program pembelajaran yang digunakan untuk melaksanakan tugas utamanya dalam mendidik, mengajar, membimbing dan mengevaluasi peserta didik baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Guru merupakan pihak pertama yang paling bertanggungjawab dalam pentransferan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Rusman (2010, p. 58) berpendapat bahwa guru merupakan faktor penentu yang sangat dominan dalam pendidikan pada umumnya, karena guru memegang peranan dalam proses pembelajaran, di mana proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan. Hasriani & Arty (2015, p. 116) juga berpendapat bahwa keberhasilan pendidikan dalam mencapai tujuan sangat ditentukan oleh peran pendidik. Proses pembelajaran di dalam kelas merupakan black box (kotak hitam) yang seha-rusnya lebih memperoleh perhatian secara serius dari guru, tanpa harus mengabaikan masukan instrumentalnya (Suparlan, 2008, p. 34). Dari hasil observasi pembelajaran IPA yang ditemukan di lapangan guru masih menggunakan metode ceramah. Pelaksanaan pembelajaran IPA di SD Tunjungsari 2 sebagian besar masih dilaksanakan secara konvensional. Hal ini dapat dilihat dari ketidak mampuan siswa untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang dihadapi dalam kehidupannya (Cakir, 2008). Pembelajaran konvensional ini lebih banyak memberikan teori-teori yang tidak mengakar pada dunia nyata siswa. Pembelajaran tersebut hanya menuangkan pengetahuan sebanyak-banyaknya ke dalam kepala siswa (Reigeluth & Carr-Cheliman, 2009). Sementara itu, Gagne (1985) mengemukakan bahwa siswa hadir ke kelas umumnya tidak dengan kepala kosong, melainkan mereka sudah membawa sejumlah pengalaman-pengalaman atau ide-ide yang dibentuk sebelumnya ketika mereka berinteraksi dengan lingkungannya. Artinya bahwa sebelum pembelajaran berlangsung sesungguhnya siswa telah membawa sejumlah ide-ide atau gagasan yang sudah didapatkan sebelumnya. Pembelajaran IPA kurang menarik dimata siswa predikat tersebut akan terus melekat, mana kala para guru melaksanakan pembelajaran hanya biasa-biasa saja tanpa adanya upaya untuk berinovasi. Guru berceramah siswa mendengarkan sehingga pembelajaran IPA menjadi membosankan. Padahal pembelajaran IPA sangat penting bagi generasi penerus bangsa maka perlu disajikan dalam bentuk pembelajaran yang aktif, inovatif, imajinatif, menarik, dan menyenangkan. Kondisi pembelajaran tersebut sangat tampak di kelas V ketika pembelajaran IPA sedang berlangsung, beberapa siswa kurang berminat. Apalagi pada jam-jam siang hari. Dampaknya, pelaksanaan pembelajaran IPA belum dapat dilaksanakan secara maksimal. Agar dapat melaksanakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien maka perlu suatu metode pembelajaran IPA, salah satunya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebagai metode yang paling tepat dalam pembelajaran IPA. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran IPA, selain untuk menjadikan siswa menguasai materi yang ditargetkan, juga diarahkan untuk mengembangkan keterampilan proses yang berguna membantu memecahkan masalah. IPA mengarahkan siswa dalam keterampilan proses untuk menghasilkan hasil kognitif yang baik. Hal ini mengindikasikan bahwa masih memerlukan usaha yang lebih keras untuk meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Selama ini proses belajar yang terjadi masih menerapkan metode konvensional berupa ceramah. Metode pembelajaran tersebut membuat siswa lebih tergantung pada guru dan menganggap jika tidak ada guru maka tidak ada proses belajar mengajar. Selain itu siswa tidak siap menerima pelajaran dan kurang aktif selama proses belajar mengajar. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran yang mampu mengajak siswa untuk berpikir secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran. Model ini tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional dan pengembangan keterampilan. Dengan menerapkan model pembelajaran ini akan melatih siswa berani mengemukaan pendapat, bekerja sama, mengembangkan diri, dan bertanggungjawab secara individu saling ketergantungan positif, interaksi personal dan proses kelompok. Penggunaan model pembelajaran ini secara efektif dan efisien akan mengurangi monopoli guru dalam penguasaan jalannya proses pembelajaran, dan kebosanan siswa dalam menerima pelajaran akan berkurang (Anita Lie,2010). Berdasarkan beberapa penelitian bidang pendidikan dilaporkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif dapat memotivasi dan melibatkan para siswa dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan hasil pembelajaran (Tsay. M and Brady. M, 2010). Menurut WJS Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999:767) dalam repo.iain-tulungagung.ac.id. Metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan. sedangkan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik (Darsono, 2000:24). Menurut Ahmadi (1997:52) dalam Aina Mulyana Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentangcara-cara mengajar yang digunakan oleh guru dan instruktur. Pengertian lain mengatakan bahwa metode pembelajaran merupakan teknik penyajian yang dikuasai oleh guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas baik secara individual maupun secara kelompok agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami, dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik. Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didikdengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan. Jadi dapat dikatakan Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. Menurut Aina Mulyana, metode pembelajaran adalah cara atau jalan yang ditempuh oleh guru untuk menyampaikan materi pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai. Dapat juga disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru sebagai media untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Menurut Agus Supriyono (2011:5), hasil belajar adalah Pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan. Menurut Agus Supriyono (2011:6-7) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. artinya hasil pembelajaran tidak dilihat secara frakmentasi atau terpisah melainkan komperhensif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku secara keseluruhan. Menurut Agus Suprijono (2015: 73) Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah: Postive interdependence (saling ketergantungan positif), Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan), Face to face promotive interaction (interaksi promotif), Interpersonal skill (komunikasi antar anggota), dan Group processing (pemrosesan kelompok). Berdasarkan pengertian yang diungkapkan diatas, terjadi suatu kesepakatan antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa untuk berkolaborasi memecahkan suatu masalah dalam pembelajaran dengan cara-cara yang kolaboratif seperti halnya menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan sosial siswa. Keterampilan proses belajar IPA pada umumnya dan pendidikan IPA SD Negeri Tunjungsari 2, perlu adanya pegembangan dan pemahaman di bidang pendidikan antara lain terkait dengan model pembelajaran yang diterapkan dalam proses belajar mengajar. Hal ini terkait dengan pendidikan IPA selama ini tidak berhasil meningkatkan kualitas pemahaman siswa tentang konsep-konsep dan aturan-aturan IPA karena kita salah atau tidak memilih model pembelajaran. Pembelajaran IPA di kelas tidak terlepas dari aktifitas belajar mengajar siswa. Pembelajaran IPA harus dilaksanakan dengan menggunakan metode yang tepat dan sesuai dengan tingkat perkembangan usia anak SD. Apabila tugas-tugas dapat dikerjakan dengan baik maka peserta didik akan dapat mencapai standar kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan oleh sekolah. Sebagai salah satu lembaga pendidikan, sekolah memegang peranan penting dalam menyiapkan generasi penerus. Peran guru sangat besar dalam keseluruhan kegiatan pembelajaran. Tugas guru bukan hanya untuk menyampaikan materi pembelajaran, tetapi hendaknya guru dapat menanamkan konsep-konsep yang benar dari materi pembelajaran tersebut sehingga ilmu yang dipelajari siswa dapat bermanfaaat dalam kehidupan siswa, sekarang dan di waktu yang akan datang. Kegiatan belajar mengajar pada muatan pelajaran IPA SD Negeri Tunjungsari 2 masih mengalami banyak kendala. Sering ditemui siswa pasif, belum berani menyampaikan pendapat atau gagasan belum berani bertanya kepada guru manakala mengalami kesulitan dalam pembelajaran. Di samping itu siswa masih belum paham terhadap materi yang diajarkan oleh guru meskipun materi itu diberikan secara berulang-ulang. Kemampuan siswa untuk keberhasilan hasil belajar IPA masih sangat rendah (rata-rata 65). Selain itu juga siswa yang berhasil mencapai KKM kurang dari 75% KKM muatan pelajaran IPA. Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui bagaimana model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar dalam materi pernapasan manusia muatan pelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri Tunjungsari 2, Kalasan, Sleman. Selain itu tujuan penelitian tindakan kelas ini juga untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar dalam materi pernapasan manusia muatan pelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri Tunjungsari 2, Kalasan, Sleman. Dalam kegiatan pembelajaran khususnya pembelajaran IPA di SD tidak terlepas dari berbagai variabel pokok yang saling berkaitan yaitu kurikulum, guru atau pendidik, proses pembelajaran dan peserta didik. Semua komponen ini bertujuan untuk kepentingan peserta didik. Peserta didik harus disiapkan sejak awal untuk mampu bersosialisasi dengan lingkungannya sehingga berbagai jenis pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan oleh pendidik. Berdasarkan pandangan di atas, maka permasalahan yang muncul adalah bagaimana upaya guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan model yang tepat. Salah satu solusinya yaitu dengan mengembangkan suatu metode pembelajaran yang membuat siswa lebih senang dan lebih termotivasi untuk belajar. Beberapa metode pembelajaran yang dianggap efisien adalah Metode Pembelajaran yang komunikatif. Upaya meningkatkan hasil belajar siswa yang berkualitas sedikitnya ada lima factor yang menentukan, yakni: kegiatan belajar mengajar, manajemen sekolah, buku dan sarana pendidikan, fisik dan penampilan sekolah, serta partisipasi masyarakat. Dari kelima faktor tersebut, komponen kegiatan belajar mengajar adalah faktor yang menentukan dalam peningkatan kualitas pendidikan. Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronson's. (Dalam Student Centered Learning Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.Sesuai dengan namanya, teknis penerapan tipe pembelajaran ini maju mundur seperti gergaji. Menurut Arends (1997), langkah-langkah penerapan model pembelajaran Jigsaw. Kooperative leaning jigsaw sebaiknya dilaksanakan secara inkuri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Pembelajaran yang seperti itu dapat kita terapkan dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Pembelajaran kooperatif teknik jigsaw dicirikan oleh suatu tujuan. Siswa bekerja sama dalam situasi semangat pembelajaran kooperatif seperti membutuhkan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama dan mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas. Salah satu model pembelajaran Cooperative adalah tipe jigsaw. Dalam tipe ini, guru memperhatikan latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa menaktifkan pengalaman siswa ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah inforamsi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Menyadari akan menfaat model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan melihat kenyataan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sangat tepat digunakan guru secara optimal maka perlu kiranya diadakan penelitian untuk mengetahui hasil belajar IPA. Berbagai masalah mendasar yang dihadapi oleh pendidikan nasional kita saat ini tercermin dalam realitas pendidikan yang kita jalani. Dalam konteks model dan metode pembelajaran di sekolah, misalnya kebanyakan para guru masih kurang kreatif. Bahkan bisa dibilang mereka kurang inovatif, mengingat metode pembelajaran yang dipakai masih sangat monoton, hal itu jelas tidak akan menciptakan lulusan yang bias berpikir kritis, kreatif, dan mandiri. Metode kooperatif tipe jigsaw ini akan meningkatkan keterampilan proses belajar yang maksimal. 2. Metode Penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan hasil belajar IPA materi pernapasan manusia siswa kelas V menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Oleh karena itu jenis Penelitian Tindakan Kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah kolaboratif yaitu bahwa orang yang akan melakukan tindakan juga harus terlibat dalam proses penelitian dari awal (Suwarsih Madya, 1994 : 25). Menurut Arikunto, dkk (2010) penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi didalam kelas secara bersama pada kegiatan yang dilakukan siswa. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas model Kemmis dan MC Taggart (dalam Suwarsih Madya, 1994 : 25) menggunakan Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada hasil belajar IPA kelas V SD Negeri Tunjungsari 2 alasannya karena para guru hanya menggunakan metode ceramah terus menerus tidak ada variasi minat belajar siswa terhadap muatan pelajaran IPA rendah, siswa pasif dalam pembelajaran, tidak memperhatikan guru ketika menerangkan dan hasilnya sangat kurang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif (Sugiyono, 2006). Penelitian ini juga termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif, yakni jenis penelitian yang hanya menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, situasi, atau berbagai variable. Dalam penelitian ini akan dijabarkan kondisi konkrit dari obyek penelitian, menghubungkan satu variable atau kondisi dengan variable atau kondisi lainnya dan selanjutnya akan dihasilkan deskripsi tentang obyek penelitian. Penelitian dilaksanakan pada semester I tahun pelajaran 2019/2020 pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2019 di SD negeri Tunjungsari 2. Siswa-siswi kelas V berjumlah 30 siswa yaitu 16 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Penelitian ini dilaksanakan 2 siklus, siklus I dilaksanakan dengan 3 kali pembelajaran dan siklus II dilaksanakan dengan 3 kali pembelajara. Setiap siklus melalui langkah-langkah: Perencanaan, Tindakan, Observasi, Refleksi. 3. Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V materi pernapasan manusia nilai rata-rata hasil belajar pada sisklus II adalah 86,66 dengan klasifikasi sangat baik. Kondisi awal pembelajaran IPA saat penelitian awal ketika guru memasuki ruang belajar dengan wajah yang merengut atau suram, proses pembelajaran dapat diperkirakan berlangsung dalam suasana menegangkan, melelahkan, dan membosankan. Selama proses pembelajaran berlangsung jiwa siswa berada dalam ketidaknyamanan terdapat permasalahan rendahnya hasil belajar, ketuntasan hasil belajar dapat dilaporkan nilai rata-rata kelas 57,33 siswa telah tuntas belajar 33% dan siswa belum tuntas belajar 67%. kondisi tersebut perlu adanya sebuah upaya inovasi pembelajaran untuk mengatasi permasalahn di kelas V salah satunya menggunakan metode pembelajaran yang menarik model kooperatif tipe jigsaw. Siklus I dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa lebih tertarik dan hasil belajar siswa sudah meningkat dengan nilai rata-rata kelas menjadi 82,66 siswa telah tuntas belajar 87% dan siswa belum tuntas belajar 13%. Dengan adanya perbaikan-perbaikan maka hasil belajar IPA materi pernapasan manusia pada siklus II ini sudah dapat berjalan dengan baik nilai rata-rata kelas menjadi 86,66 siswa telah tuntas belajar 100% dan siswa belum tuntas belajar 0%. Peningkatan keterampilan proses dan hasil belajar terlihat pada siklus I dan II. Penggunaan metode kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar belajar siswa dalam materi pernapasan manusia. Setiap kelompok harus bekerjasama dan berkomunikasi dalam memecahkan masalah yang ada. Dalam diskusi memungkinkan adanya saling tukar pendapat dan gagasan dari masing masing siswa. Diskusi yang terjadi antar siswa akan menambah wawasan baru bagi siswa dalam materi pernapasan manusia sehingga siswa menjadi jelas Pembahasan ini mengacu kepada data-data yang diperoleh selama pelaksanaan tindakan dengan penerapan model kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajaran IPA tentang pernapasan manusia di SD Negeri Tunjungsari 2, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Temuan yang didapat berdasarkan rumusan permasalahan adalah: Pertama berdasarkan perencanaan, persiapan I dan persiapan II pada siklus I di rencanakan sebagai langkah awal membangun landasan yang kokoh di kelas dengan membuat komitmen bersama. Siswa mempunyai suara dalam menentukan peraturan dan konsekuensi dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran lebih terkendali dan siswa lebih bertanggung jawab dengan apa yang dilakukan. Kedua berdasarkan pelaksanaan, guru sudah dapat memfokuskan diri dan siswa pada pembelajaran, menghargai jerih payah siswa dalam mengerjakan tugas atau soal, dan ramah dalam bersikap dan berkomunikasi. Sikap menghargai yang ditampilkan oleh guru terhadap siswa memberikan efek positif pada kenyamanan siswa dan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Hal ini dibuktikan dengan siswa mulai bisa rileks ketika duduk dengan untaian senyum tulus terlihat dirona wajah-wajah siswa. Jika dibandingkan pada pembelajaran IPA pada saat penelitian awal, pada pelaksanaan tindakan siklus I mengalami peningkatan meskipun belum mencapai target yang diharapkan. Kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran IPA dilakukan sebagai upaya untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Magnesen, 1983 (dalam dePorter, 2001 : 57) bahwa “90% siswa belajar dari apa yang siswa katakana dan lakukanâ€. Berdasarkan perbandingan hasil belajar siswa pada penelitian awal, pada siklus I dan pada siklus II, dilihat dari perbandingan nilai rata-rata, pada penelitian awal nilai rata-rata kelas 57,33, pada siklus I rata-rata kelas menjadi 82,66 dan pada siklus II rata-rata kelas menjadi 86,66. Selain itu jumlah siswa yang lulus juga meningkat, pada penelitian awal jumlah siswa yang lulus hanya 10 orang (33%), dan 20 orang lainnya (67%) tidak lulus. Pada siklus I jumlah siswa yang lulus bertambah menjadi 26 orang (87%) siswa yang tidak lulus 4 orang (13%). Peningkatan jumlah siswa yang lulus juga terlihat pada siklus II jumlah siswa yang lulus 30 orang (100%) atau dengan kata lain seluruh siswa lulus. Perbandingan Data Tes Hasil Belajar Data Awal, Siklus I dan Data Tes Hasil Belajar Siklus II Rekap Hasil Tes Tes Awal % Siklus I % Siklus II % 1 Jumlah siswa yang lulus 10 33% 26 87% 30 100% 2 Jumlah siswa yang tidak lulus 20 67% 04 13% 0 0% 3 Rara-rata 57.33 82.66 86.66 4. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan pembahasan dan hasil-hasil penelitian yang dilakukan dalam pembelajaran IPA melalui penerapan model kooperatif tipe jigsaw bahwa penerapan pembelajaran metode model kooperatif tipe jigsaw dalam kelas V SD negeri Tunjungsari 2, Kalasan, Sleman muatan pelajaran IPA Materi Pernapasan Manusia dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Terjadi peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA yaitu pada penelitian awal, pada siklus I dan pada siklus II, dilihat dari perbandingan nilai rata-rata, pada penelitian awal nilai rata-rata kelas 57,33, pada siklus I rata-rata kelas menjadi 82,66, dan pada siklus II rata-rata kelas menjadi 86,66. Selain itu jumlah siswa yang lulus juga meningkat, pada penelitian awal jumlah siswa yang lulus hanya 10 orang (33%), dan 20 orang lainnya (67%) tidak lulus. Pada siklus I jumlah siswa yang lulus bertambah menjadi 26 orang (87%) siswa yang tidak lulus 4 orang (13%). Peningkatan jumlah siswa yang lulus juga terlihat pada siklus II jumlah siswa yang lulus 30 orang (100%) atau dengan kata lain seluruh siswa lulus. Peningkatan hasil belajar IPA ditunjukan dengan peningkatan nilai rata-rata kelas. Presentase siswa yang sudah memenuhi KKM IPA sebesar 70 juga mengalami peningkatan dari 33% dari kondisi awal menjadi 87% pada siklus I dan menjadi 100% pada siklus II. Daftar Pustaka Arends, R. 1997. Agus Krisno B. (2016:79). (Dalam Student Centered Learning). Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang Arends, R. 1997. Classroom injstruction and managemen. New York : Mc Graw Hill Companies Bundu, patta. 2006. Penerapan pendekatan Sains Teknologi Asy’ari, Muslichan. 2006. Penerapan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat, Departemen Pendidikan Nasional Rooijakkers,Ad. 1991. Mengajar dengan Sukses,Jakarta: PT Grasindo. Asma, Nur. (2006). Model Pembelajaran Kooperatif. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan. Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rinneka Cipta Arikunto, S. (2010). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Ary, D., Jacobs, L.C. & Razavieh, A. 1976. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh Arief Furchan. 1982. Surabaya: Usaha nasional Cahyani. (2016). Penerapan Pendekatan Saintifik Berbantuan Project Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V. Jurnal Mimbar PGSD Universitas pendidika Ganesha 4 (1). Dari http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/viewFile/7124/4859 Cooper,J and Others. Cooperative Learning and colleg instrution : effective use of student learning teams. Long Beach: Calivornia State University Institute For Teachung and Learning , 1990. Daryanto (2010:2) belajar suatu proses usaha yang dilakukan seseorang suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan. Daryono dan Mulyo Rahardjo, 2012, Model Pembelajaran Inovatif, malang, Gava Media. Depdiknas, 2007, Permendiknas RI Nomor 16 Tahun 2007 tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, Jakarta BNSP Depdiknas, 2007, Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses, Jakarta BNSP Elliot Aronson's. Agus Krisno B. (2016:79). (Dalam Student Centered Learning). Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta :Pt Bumi Aksara. Hendro. 1993. Pendidikan IPA2 : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hasriani & Arty (2015, p. 116) berpendapat bahwa keberhasilan pendidikan dalam mencapai tujuan sangat ditentukan oleh peran pendidik. http://massofa.wordpress.com./2008.0912/) Perbedaan Pembelajaran – Kooperatif dan Pembelajaran Konvensional. Ibrahim. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : University Press Unesu. Indraloka, I Putu. (2015). “Studi tentang Pengembangan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran Tema Ekosistem pada Siswa Kelas V SD di Sekolah Rintisan Kurikulum 2013 Kabupaten Buleleng Lisdiana. (2001). Pembelajaran Kooperatif dengan bantuan cutor sebaya sebagai alternatif mengatasi kesulitan membaca preparat mikro anatomi pada mata kuliah struktur jaringan hewan. Semarang : Lemlit UNS. Kemmis S & Tangget R. (1990). The action research planner. Burwood: Deakin University Prees. Milles & Huberman, dalam Suryanto : 2006. Data kualitatif dianalisis dengan cara analisis kualitatif. Morgan dalam Baharuddin dan esa Nur wahyuni (2007:14) Tingkah laku yang relatif tetap dan sebagai hasil pengalaman. Mulyana, Aina. 2015. Pengertian Metode Pembelajaran dan Jenisnya. Tersedia: (http://ainamulyana.blogspot.com/2012/01/pengertian-metode-pembelajaran-dan.html) diakses pada tanggal 5 April 2017 Novianto, Anwar & Ali Mustadi. (2015). The analysis of integrative thematic content, scientific approach, and authentic assessment in elementary school textbooks. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. JurnalKependidik¬an,45 (1) Mei 2015. Dari http://journal.uny.ac.id/index.php/jk/article/view/7181/6192 Rumini. (1993). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : FIP IKIP Rusman (2010, p. 58) berpendapat bahwa guru merupakan faktor penentu yang sangat dominan dalam pendidikan Samatowa,Usman. 2006. Bagaimana Membelajarkan IPA di Sekolah Dasar, Departemen Pendidikan Nasional Singaraja: E-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar. (Tesis Undiksha) Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta. Suharsimi Arikunto, 2006, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta, Bumi Aksara Supardi, Suhardjono, 2013, Strategi Menyusun Penelitian Tindakan Kelas, Yogyakarta, Andi Ofset. Supriyono, Agus. 2015. Cooperative Learning Teori & aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Surapranata, S. (2007). Panduan Penulisan Test Tertulis. Bandung: remaja Rosdakarya. Surya Dharma, (2008), Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Depdiknas. Waseso, M.G. 2001. Isi dan Format Jurnal Ilmiah. Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya Penulisan artikel dan Pengelolaan jurnal Ilmiah, Universitas Lambungmangkurat, 9-11Agustus

References

Alavi, M., Marakas, G. M., & Yoo, Y. (2002). A comparative study of distributed learning environments on learning outcomes. Information Systems Research, 13(4), 404-415. https://doi.org/10.1287/isre.13.4.404.72.

Arends, R. (1997). Classroom injstruction and managemen. New York : Mc Graw Hill Companies.

Arikunto, S. (2010). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Rineka Cipta

Beaumont-Walters, Y., & Soyibo, K. (2001). An analysis of high school students' performance on five integrated science process skills. Research in Science & Technological Education, 19(2), 133-145. https://doi.org/10.1080/02635140120087687.

Berger, R., & Hänze, M. (2015). Impact of expert teaching quality on novice academic performance in the jigsaw cooperative learning method. International Journal of Science Education, 37(2), 294-320. https://doi.org/10.1080/09500693.2014.985757.

Brotherton, P. N., & Preece, P. F. (1995). Science process skills: Their nature and interrelationships. Research in Science & Technological Education, 13(1), 5-11. https://doi.org/10.1080/02635140120087687.

Cahyani, N. W. T., Ardana, I. K., & Ganing, N. N. (2016). Penerapan Pendekatan Saintifik Berbantuan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V. Mimbar PGSD Undiksha, 4(1). http://dx.doi.org/10.23887/jjpgsd.v4i1.7124.

Cooper, J. (1990). Cooperative learning and college instruction: Effective use of student learning teams. Calivornia State University Institute for Teaching and Learning

Doymus, K. (2008). Teaching chemical bonding through jigsaw cooperative learning. Research in Science & Technological Education, 26(1), 47-57. https://doi.org/10.1080/02635140701847470.

Gürses, A., Çetinkaya, S., Doğar, Ç., & Şahin, E. (2015). Determination of levels of use of basic process skills of high school students. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 191, 644-650. https://doi.org/10.1016/J.SBSPRO.2015.04.243.

Harden, R. M. (2002). Learning outcomes and instructional objectives: is there a difference?. Medical teacher, 24(2), 151-155. https://doi.org/10.1080/0142159022020687.

Harlen, W. (1999). Purposes and procedures for assessing science process skills. Assessment in Education: principles, policy & practice, 6(1), 129-144. https://doi.org/10.1080/09695949993044.

Hedeen, T. (2003). The reverse jigsaw: A process of cooperative learning and discussion. Teaching sociology, 31(3), 325-332. https://www.jstor.org/stable/3211330?seq=1.

Huang, Y. M., Huang, T. C., & Hsieh, M. Y. (2008). Using annotation services in a ubiquitous Jigsaw cooperative learning environment. Journal of Educational Technology & Society, 11(2), 3-15. https://www.jstor.org/stable/jeductechsoci.11.2.3.

Huang, Y. M., Liao, Y. W., Huang, S. H., & Chen, H. C. (2014). Jigsaw-based cooperative learning approach to improve learning outcomes for mobile situated learning. Journal of Educational Technology & Society, 17(1), 128-140. https://www.jstor.org/stable/pdf/jeductechsoci.17.1.128.pdf.

Hussey, T., & Smith, P. (2008). Learning outcomes: a conceptual analysis. Teaching in higher education, 13(1), 107-115. https://doi.org/10.1080/13562510701794159.

Karacop, A., & Doymus, K. (2013). Effects of jigsaw cooperative learning and animation techniques on students’ understanding of chemical bonding and their conceptions of the particulate nature of matter. Journal of Science Education and Technology, 22(2), 186-203. https://doi.org/10.1007/s10956-012-9385-9.

Krisno, B. A. (2016). SINTAKS 45 Model Pembelajaran Dalam Student Centered Learning (SCL). Universitas Muhammadiyah Malang.

Lai, C. Y., & Wu, C. C. (2006). Using handhelds in a Jigsaw cooperative learning environment. Journal of Computer Assisted Learning, 22(4), 284-297. https://doi.org/10.1111/j.1365-2729.2006.00176.x.

Mengduo, Q., & Xiaoling, J. (2010). Jigsaw Strategy as a Cooperative Learning Technique: Focusing on the Language Learners. Chinese Journal of Applied Linguistics (Foreign Language Teaching & Research Press), 33(4).

Moskowitz, J. M., Malvin, J. H., Schaeffer, G. A., & Schaps, E. (1985). Evaluation of jigsaw, a cooperative learning technique. Contemporary educational psychology, 10(2), 104-112. https://doi.org/10.1016/0361-476X(85)90011-6.

Novianto, A. & Mustadi, A. (2015). The analysis of integrative thematic content, scientific approach, and authentic assessment in elementary school textbooks. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. JurnalKependidik¬an,45 (1) Mei 2015. Dari http://journal.uny.ac.id/index.php/jk/article/view/7181/6192.

Ongowo, R. O., & Indoshi, F. C. (2013). Science process skills in the Kenya certificate of secondary education biology practical examinations. Creative Education, 04(11), 713–717. https://doi.org/10.4236/ce.2013.411101.

Özgelen, S. (2012). Students’ science process skills within a cognitive domain framework. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education, 8(4), 283-292. https://doi.org/10.12973/eurasia.2012.846a.

Roth, W. M., & Roychoudhury, A. (1993). The development of science process skills in authentic contexts. Journal of Research in Science Teaching, 30(2), 127-152. https://doi.org/10.1002/tea.3660300203.

Souvignier, E., & Kronenberger, J. (2007). Cooperative learning in third graders' jigsaw groups for mathematics and science with and without questioning training. British Journal of Educational Psychology, 77(4), 755-771. https://doi.org/10.1348/000709906X173297.

Trigwell, K., & Prosser, M. (1991). Improving the quality of student learning: the influence of learning context and student approaches to learning on learning outcomes. Higher education, 22(3), 251-266. https://doi.org/10.1007/BF00132290.

Tsay, M., & Brady, M. (2010). A Case Study of Cooperative Learning and Communication Pedagogy: Does Working in Teams Make a Difference? Journal of the Scholarship of Teaching and Learning, 10(2), 78-89. https://eric.ed.gov/?id=EJ890724.

Downloads

Published

2021-03-10

Issue

Section

Articles