DENDA ADMINISTRASI SEBAGAI ULTIMUM REMIDIUM DALAM PENEGAKAN HUKUM PROKES MENURUT PERGUB BALI NO. 46 / 2020
DOI:
https://doi.org/10.23887/jatayu.v4i2.38087Abstract
Tindakan hukum yang diambil oleh Gubernur Bali selaku pimpinan daerah dalam menentukan arah kebijakan terkait tatanan “new normal” adalah dengan menetapkan Pergub Bali No. 46/2020. Denda adminitrasif sebagai penegakan hukum yang termuat dalam Pergub tersebut menimbulkan berbagai perdebatan. Artikel ini bertujuan: (a) untuk menganalisis penegakan hukum terhadap pelanggaran prokes menurut Pergub Bali No. 46/2020; (b) untuk menganalisis denda administrasi sebagai ultimum remidium dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran prokes menurut Pergub Bali No. 46/2020. Artikel ini menggunakan metode penelitan hukum empiris. Penenlitian ini berangkat dari pemikiran bahwa menganalis tentang denda administrasi sebagai ultimum remidium dalam penegakan hukum prokes menurut Pergub Bali No. 46/2020. Dalam UU 12/2011 tidak mengatur secara rinci materi muatan mengenai penegakan hukum sanksi administratif. Tetapi frase “sanksi administratif” terdapat dalam lampiran undang-undang tersebut pada angka 64-66. Menganalisis peraturan yang mengatur tentang sanksi administrasi sesuai UU No. 23/2014 dan UU No. 12/2011meletakkan denda administrsi pada bagaian akhir pelaksanaan sanksi administrasi. Berdasarkan hal tersebut disimpulkan bahwa Pergub Bali meletakkan denda administratif sebagai sanksi pokok sehingga denda administratif merupakan ultimum remidium dalam sanksi adminitrasi bagi pelanggaran norma dalam hukum administrasi.