TEGAL SUCI : PURA HINDU TANPA TEMPAT PEMUJAAN (Sejarah dan Makna di Balik Pertautan Islam-Hindu di Kintamani Bali)

Authors

  • Desak Made Oka Purnawati Universitas Pendidikan Ganesha

DOI:

https://doi.org/10.23887/jcs.v1i1.28757

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejarah Pura Tegal Suci, bentuk, struktur, proses upacara, keyakinan, nilai dan sikap masyarakat tentang Pura Tegal Suci  yang menampakkan keunikan jika dibandingkan dengan  pura-pura umumnya di Bali, khususnya simbol persatuan bagi masyarakat setempat, menemukan serta menggali aplikasi nilai-nilai Islami yang melekat di Pura Tegal Suci. Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah dan hasilnya menunjukkan bahwa sejarah berdirinya Pura Tegal Suci tidak bisa dilepaskan dari hubungan dagang sejak jaman Bali Kuno yang membawa para pedagang muslim Cina, Bugis dan Bajo. Mereka adalah golongan pedagang yang secara intens terlibat dalam jalur perdagangan dari Bali Utara menuju Bali Tengah. Daerah ini merupakan daerah persinggahan kaum pedagang yang menyebabkan penguasa di Bonyoh Kintamani memberikan satu lahan untuk dijadikan tempat sholat. Oleh umat Hindu lokal, tempat ini dipelihara tanpa menghilangkan makna-makna simbol persatuan lintas agama yang sudah dirintis dari sejak awal. Sekalipun belakangan muncul pro kontra diantara generasi muda tentang adanya usulan untuk merubah struktur pura mengikuti pola umum pura di Bali. Namun, setelah masyarakat diberikan pemahaman tentang sejarah kelahiran Pura Tegal masyarakat sepakat untuk mempertahan keaslian Pura ini sebagai bentuk kesederhanaan toleransi antarmasyarakat di pegunungan Bonyoh Kintamani dan menyikapi perbedaan yang tak akan lekang oleh waktu.  Kata Kunci : Pura Tegal Suci, Jaringan Perdagangan, Hindu dan IslamArtana, M. B. (2003). Landasan Kebudayaan Bali, Yayasan Dharma Sastra, Denpasar 
  Agung, I. A. A. G. 1989. Bali pada Abad XIX, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Awig-awig Desa Bonyoh (tt). Atmaja, N.B. (1998). “Sistem Pertanian Pada Masyarakat Bali Kuno”. Aneka Widya,   VIII, Nomor 17.                      . (2002). Tanah Paruman Desa di Desa Adat Julah, Buleleng, Bali: Pengelolaan, Alih Status, dan Implikasinya terhadap Desa Adat. Laporan Penelitian. Jakarta: Pasca Sarjana UI.                      . (2003). Penyewaan Babi Pemacek: Masukan Finansial bagi Desa Adat Julah, Buleleng, Bali. Laporan Penelitian: IKIP Negeri Singaraja. Arga. (2000). Peraturan Irigasi dalam Awig-awig Subak Buleleng. Denpasar: UNUD Bali. Anonim, (1990). Desa-Desa Kuno di Bali. Denpasar: Balai Pustaka. Bagus, G. N., 1971. Kebudayaan Bali. Dalam Koentjaraningrat (ed), Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jambatan, Jakarta. Halaman 284-305. Berger P. L, 1997. Religion And Globalization, Soge Publications, London-New Delhi. Carspecken, P.F., (1998). Critical Etnography in Educational Research: A Theoritical an Practical Guide. London and New York: Routledge. Eiseman, F.B. 1989. Bali Sekala and Niskala, Volume I: Essy on Relegion, Ritual, and Art, Periplus Edition, Berkeley and Singapore: Geertz, H. dan Geertz, C. 1975. Khinsip in Bali, The University of Chicago Press, Chicago. Geertz, C., 1973. The Interpretation of Culture: Selected Essay, Basic Bokks Inc, New York. Griadi, W. (1999). Otonomi Desa Adt dan Kedudukannya dalam Tata Hukum 
  Indonesia. (Makalah). Denpasar: MPLA Bali. Kaler, I. G. K. (2001). Butir-butir Tercecer tentang Adat Bali Jilid I. Denpasar: Bali Agung. Kertih. (2005). Konsep Ajeg Bali (Hindu) Berbasis Ideologi Tri Hita Karana Dimaknai Di Lingkungan Sekolah. (Penelitian). Singaraja: IKIP Negeri Singaraja. Kardji, I. W. (2003). “Kiwa Tengen dalam Budaya Bali”. Dalam Jiwa Atmaja (ed.).Kiwa-Tengen dalam Budaya Bali. Denpasar: Kayu Mas. Halaman 1332. Lasmawan, W. (2001). Tanah Laba Pura dan Pergeseran Nilai Sosial-Ekonomi  masyarakat Pedesaan. Jepang. The Toyota Foundation-Grant Number 017-Y-2000.                    . (1991). Peranan saih nembelas dalam pembangunan fisik di Desa Bonyoh Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli (Skripsi). FKIP UNUD – Bali  Milles and Huberman. (1994). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Graffiti Prress. Mantra I.B, 1996. Landasan Kebudayaan Bali, Yayasan Dharma Sastra, Denpasar Monografi Desa Bonyoh Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli – Bali.  Parisadha Agama Hindu Bali, (1978). Upadesa tentang Ajaran-ajaran Agama Hindu. Denpasar: Parisadha Hindu Dharma. Pitana, I Gde. (2001). Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Bali. Denpasar: PT. BP. Rtaning Jagad Bali, tt, Denpasar. Sujana, N. Naya. (2000). Manusia Bali di Persimpangan Jalan. Denpasar: PT. BP. Rtaning Jagad Bali, tt, Denpasar. Tisna, (2000). Etos Kerja Masyarakat Bali Tradisional. Denpasar: UNUD Bali. 
  Wiana, (2002). Memelihara Tradisi Veda. Denpasar: PT. BP. Wiana, (2000). Makna agama Dalam Kehidupan. Denpasar: PT. BP.

References

Artana, M. B. (2003). Landasan Kebudayaan Bali, Yayasan Dharma Sastra, Denpasar

Agung, I. A. A. G. 1989. Bali pada Abad XIX, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Awig-awig Desa Bonyoh (tt). Atmaja, N.B. (1998). “Sistem Pertanian Pada Masyarakat Bali Kuno”. Aneka Widya, VIII, Nomor 17. . (2002). Tanah Paruman Desa di Desa Adat Julah, Buleleng, Bali: Pengelolaan, Alih Status, dan Implikasinya terhadap Desa Adat. Laporan Penelitian. Jakarta: Pasca Sarjana UI. . (2003). Penyewaan Babi Pemacek: Masukan Finansial bagi Desa Adat Julah, Buleleng, Bali. Laporan Penelitian: IKIP Negeri Singaraja. Arga. (2000). Peraturan Irigasi dalam Awig-awig Subak Buleleng. Denpasar: UNUD Bali. Anonim, (1990). Desa-Desa Kuno di Bali. Denpasar: Balai Pustaka.

Bagus, G. N., 1971. Kebudayaan Bali. Dalam Koentjaraningrat (ed), Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jambatan, Jakarta. Halaman 284-305. Berger P. L, 1997. Religion And Globalization, Soge Publications, London-New Delhi. Carspecken, P.F., (1998). Critical Etnography in Educational Research: A Theoritical an Practical Guide. London and New York: Routledge. Eiseman, F.B. 1989. Bali Sekala and Niskala, Volume I: Essy on Relegion, Ritual, and Art, Periplus Edition, Berkeley and Singapore: Geertz, H. dan Geertz, C. 1975. Khinsip in Bali, The University of Chicago Press, Chicago. Geertz, C., 1973. The Interpretation of Culture: Selected Essay, Basic Bokks Inc, New York. Griadi, W. (1999). Otonomi Desa Adt dan Kedudukannya dalam Tata Hukum

Indonesia. (Makalah). Denpasar: MPLA Bali. Kaler, I. G. K. (2001). Butir-butir Tercecer tentang Adat Bali Jilid I. Denpasar: Bali Agung. Kertih. (2005). Konsep Ajeg Bali (Hindu) Berbasis Ideologi Tri Hita Karana Dimaknai Di Lingkungan Sekolah. (Penelitian). Singaraja: IKIP Negeri Singaraja. Kardji, I. W. (2003). “Kiwa Tengen dalam Budaya Bali”. Dalam Jiwa Atmaja (ed.).Kiwa-Tengen dalam Budaya Bali. Denpasar: Kayu Mas. Halaman 1332. Lasmawan, W. (2001). Tanah Laba Pura dan Pergeseran Nilai Sosial-Ekonomi masyarakat Pedesaan. Jepang. The Toyota Foundation-Grant Number 017-Y-2000. . (1991). Peranan saih nembelas dalam pembangunan fisik di Desa Bonyoh Kecamatan Kintamani Kabupaten

Bangli (Skripsi). FKIP UNUD – Bali Milles and Huberman. (1994). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Graffiti Prress. Mantra I.B, 1996. Landasan Kebudayaan Bali, Yayasan Dharma Sastra, Denpasar Monografi Desa Bonyoh Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli – Bali. Parisadha Agama Hindu Bali, (1978). Upadesa tentang Ajaran-ajaran Agama Hindu. Denpasar: Parisadha Hindu Dharma. Pitana, I Gde. (2001). Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Bali. Denpasar: PT. BP. Rtaning Jagad Bali, tt, Denpasar. Sujana, N. Naya. (2000). Manusia Bali di Persimpangan Jalan. Denpasar: PT. BP. Rtaning Jagad Bali, tt, Denpasar. Tisna, (2000). Etos Kerja Masyarakat Bali Tradisional. Denpasar: UNUD Bali.

Wiana, (2002). Memelihara Tradisi Veda. Denpasar: PT. BP. Wiana, (2000). Makna agama Dalam Kehidupan. Denpasar: PT. BP.

Downloads

Published

2020-09-24

Issue

Section

Articles