KAJIAN EKSPLANASI TARU MENYAN PENETRAL BAU MAYAT

Penulis

  • I Nyoman Try Upayogi STKIP Citra Bakti, Ngada

DOI:

https://doi.org/10.23887/jfi.v2i1.17550

Abstrak

 

Peluruhan (dekomposisi) adalah salah satu proses yang terjadi setelah kematian dari makhluk hidup. Selama proses dekomposisi, tubuh akan memancarkan zat-zat dalam bentuk gas yang menyebabkan bau menyengat. Secara umum, setiap proses penguraian mayat akan memancarkan bau yang tidak sedap untuk dicium. Namun di Desa Trunyan ada keanehan, jenazah yang diletakkan di bawah pohon besar tidak akan mengeluarkan bau busuk yang biasanya tercium ketika mayat membusuk. Penduduk setempat menyebut pohon itu sebagai Taru Menyan. Artikel ini akan menjelaskan secara ilmiah faktor-faktor yang menyebabkan tidak ada bau busuk dari mayat-mayat yang ditempatkan di bawah Taru Menyan. Dalam konteks penjelasan ilmiah, ada tiga faktor eksternal yang menghambat laju penguraian jenazah di bawah Taru Menyan. Melambatnya laju dekomposisi menyebabkan mayat tidak mengeluarkan bau busuk yang biasanya tercium pada mayat biasa. Jika itu dapat dianggap sebagai filosofi pembusukan, maka proses hilangnya bau busuk dari mayat di bawah Taru Menyan dapat dijelaskan secara ilmiah.

 

Kata kunci : desa trunyan, taru menyan, dekomposisi, bau mayat

Referensi

Dahlan, S. 2000. Ilmu Kedokteran Frensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Di Maio, D. J., & Di Maio, V. J. 1993. Time of Death; Forensic Pathology. CRC Press, Inc.

Dony. 2010. Kintamani. Diakses di https://dony.blog.uns.ac.id/2010/06/02/kintamani/ pada tanggal 25 Maret 2019

Firman, H. 2019. Pengantar Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: SPS UPI

Idries, A. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara.

Knight, B. 1996. Forensic Pathology. New York: Oxford University Press Inc.

Nanda, I. B. U. J. 2016. Semawayahsebagaisumberinspirasidalamberkaryasenilukis di DesaTrunyan - Bali. Dokumentasi. ISI Denpasar.Diakses di http://repo.isi-dps.ac.id/2265/ pada 25 Maret 2019

Ladyman, J. 2002. Understanding Philosophy of Science. London: Routledge

Mahardika, I W. T., & Darmawan, C. 2016. Civic culture dalam nilai-nilai budaya dan kearifan lokal masyarakat Bali Aga Desa Trunyan. Humanika. Vol 23 (1): hal 20-31

Miller, R. A. 2002. The Affects of Clothing on Human Decomposition:Implications for Estimating Time Since Death.Thesis. University ofTenessee.

Nandy, A. Purba. 2010. Principles of Forensic Medicine. English: New Centra Book Agency.

Sastrapratedja, M. 1982. Manusia Multi Dimensional: Sebuah Renungan Filsafat. Jakarta: Gramedia.

Sukarma, I Wayan. 2017. Pengembangan Kearifan Lokal Seni Budaya Melalui Pendidikan Berbasis Banjar Di Bali. https://jurnal.uns.ac.id/icalc/article/view/16046/13134. Diakses 9 Mei 2019

Sumada, I Made. 2017. Peranan Kearifan Lokal Bali Dalam Perspektif Kebijakan Publik. https://jipsi.fisip.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume7no1/11-i-made-sumada.pdf/pdf/11-i-made-sumada.pdf. Diakses 9 Mei 2019.

Tirtarahardja, Umar dan La Sulo. S.L. 1985. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Wisangeni, K. 2018. Cerita misteri kuburan Trunyan di Bali by Kensae. Tanah Nusantara. Diakses di https://www.tanahnusantara.com/cerita-misteri-kuburan-trunyan-di-bali/ pada 25 Maret.

Diterbitkan

2019-05-16

Terbitan

Bagian

Articles