KEDUDUKAN HUKUM ANAK BEBINJAT DALAM HUKUM WARIS ADAT BALI,(STUDI KASUS DI DESA ABABI, KECAMATAN ABANG, KABUPATEN KARANGASEM)

Authors

  • A.A MAs Adi Trinaya Dewi Universitas Dwijendra

DOI:

https://doi.org/10.23887/jpku.v10i1.42716

Abstract

Perkawinan merupakan perbuatan yang mempunyai akibat hukum sehingga harus dicatat secara resmi menurut hukum negara dan anak yang lahir di luar perkawinan atau “anak bebinjat” hanya bisa dilegalkan dengan “pengesahan” sejak yang bersangkutan mendapatkan akta perkawinan. Penelitian ini adalah penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif dengan sumber data primer diperoleh dari narasumber atau informan, sedangkan data sekunder yang dipergunakan terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi dokumen dan wawancara dengan metode analisis data yaitu metode kualitatif. Hasil dari penelitian hukum ini menunjukkan bahwa dasar hukum anak bebinjat dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan itu tidak ada/tidak diatur karena anak bebinjat ini lahir dari perkawinan yang tidak tercatat di Kantor Catatan Sipil. Kedudukan hukum anak bebinjat dalam hukum waris adat Bali adalah dengan sistem pengangkatan adat yaitu meperas / peras pianak sehingga anak bebinjat mendapat kedudukan dan hak yang sama seperti anak kandung namun untuk di desa adat Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, anak bebinjat akan dapat harta warisan jika si pewaris melakukan hibah warisan dihadapan Notaris dan tanpa mengganggu hak waris dari ahli warisnya yang sah.

Downloads

Published

2022-01-25