ANAK TERORISME DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN ANAK
DOI:
https://doi.org/10.23887/jpku.v10i2.46850Abstract
Terorisme menjadi suatu ancaman besar bagi bangsa Indonesia. Berdasarkan fakta yang ada, tidak jarang anak-anak dilibatkan dalam tindakan terorisme dengan doktrin yang ditanamkan sejak kecil oleh lingkungan, bahkan oleh orang tuanya sendiri. Belum hilang dalam ingatan kejadian terorisme yang meledakkan tiga gereja di Sidoarjo dan Surabaya 2018 silam. Pada kejadian tersebut, pelaku pengeboman, yang merupakan sepasang suami istri, membawa serta keempat anaknya untuk bersama-sama meledakkan diri ketika ibadah Minggu akan dimulai. Mengingat prosedur dan proses penanganan anak sebagai pelaku terorisme belum diatur dalam UU SPPA, baik dalam penangkapan, penyidikan, maupun persidangan. Padahal, anak bukanlah pelaku terorisme, melainkan hanya korban terorisme yang perlu dilindungi secara hukum dan didampingi khusus untuk bisa keluar dari kemelut dunia terorisme. Pendampingan khusus untuk anak pelaku terorisme dapat berupa rehabilitasi dan deradikalisasi. Terorisme termasuk dalam kejahatan luar biasa yang berpotensi menjadi ancaman besar bagi bangsa Indonesia. Pelaku yang kini didominasi oleh masyarakat Indonesia sendiri kerap kali membawa serta anak-anak mereka dalam aksinya. Seperti halnya kejadian pengeboman tiga gereja di Sidoarjo dan Surabaya pada Mei 2018 silam. Pelaku yang diketahui merupakan sebuah keluarga ini turut mengajak keempat anaknya dalam tragedi pengeboman yang menelan korban jiwa. Beruntungnya, satu dari keempat anak tersebut selamat dari ledakan dan langsung ditangani oleh pihak berwajib. Namun, belum tersedianya prosedur dalam penanganan anak sebagai pelaku terorisme, menyebabkan penanganannya belum sesuai dengan UU SPPA, baik dalam penangkapan, penyidikan, maupun persidangan. Bukan hanya itu saja, pada Pasal 79 UU Nomor 11 Tahun 2012, dicantumkan bahwa anak pelaku terorisme bisa dijatuhi hukuman penjara. Artinya, anak tersebut akan kembali ke dalam lingkungan masyarakat sehingga anak perlu diberi bimbingan khusus untuk merehabilitasi dan deradikalisasi agar dapat menjalankan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat. Anak sebagai pelaku terorisme pada hakikatnya merupakan manus ministra atau tangan yang dikuasai sehingga anak bukanlah pelaku terorisme, melainkan korban. Tindakan anak dalam terorisme sejatinya adalah representasi dari pengajaran lingkungan atau bahkan orang tua mereka yang memberikan doktrin serta propaganda tentang terorisme kepada anak. Oleh sebab itu, meskipun terlibat dalam tindak pidana terorisme, anak tetap harus dilindungi secara hukum serta didampingi secara khusus agar tidak menghilangkan hak-haknya sebagai seorang anak.
Downloads
Published
Issue
Section
License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Authors who publish with the Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha agree to the following terms:
- Authors retain copyright and grant the journal the right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution License (CC BY-SA 4.0) that allows others to share the work with an acknowledgment of the work's authorship and initial publication in this journal.
- Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgment of its initial publication in this journal.
- Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work. (See The Effect of Open Access)